Waktu kecil ada sebuah dongeng anak-anak yang sangat aku suka. Ceritanya tentang seekor kelinci dan seekor kura-kura lomba lari. Mulanya si kelinci sombong dan optimis dia bakal menang. Tapi karena kelinci itu terlalu meremehkan lawan, akhirnya kura-kura tersebut yang menang.
Setelah dewasa, sekarang barulah aku sadar betapa bagusnya dongeng tersebut. Tak jarang dongeng tersebut seringkali menjadi "dongeng" dunia nyata kita sendiri. Kita bisa saja menjadi kelinci atau menjadi kura-kura tersebut. Sekarang, mari kita petik satu per satu pesan moral dari dongeng "Kelinci & Kura-kura" ini.
Dari sudut pandang kelinci:
1. Kelinci punya sifat suka merendahkan orang lain.
Dia merendahkan kura-kura. Dia menganggap kura-kura tidak mampu melampauinya. Dia meremehkan kura-kura! Mungkin juga dia merendahkan kura-kura karena beban rumah yang dia bawa dan juga melata.
2. Kelinci sebenarnya kurang pede.
Buktinya, dia hanya mau menantang kura-kura yang lebih lambat darinya. Kalau memang si kelinci punya pede selangit, kenapa tidak mencoba menantang tikus atau hewan lain yang larinya lebih cepat?
3. Kelinci malas.
Dia tidur di tengah-tengah perlombaan. Perlombaan itu berlangsung siang hari. Udah gitu tidurnya lama lagi! (Hayoo... siapa yang suka mengantuk di jam-jam kerja?)
4. Kelinci sombong.
Tentunya suatu perlombaan tidak akan disebut perlombaan kalau tidak ada penontonnya. Dan so pasti perlombaan ini juga pasti juga ada penontonnya. Bisa jadi si kelinci sudah menyebarkan "undangan" ke seantero hutan yang seolah mendeklarasikan dirinya bakal jadi pemenang. Mungkin juga kelinci ketika menyebar undangan tersebut sudah menggembar-gemborkan kemenangannya. Atau mungkin juga kelinci yang mempopulerkan istilah, "Kamu itu lambat kayak kura-kura aja!"
Nah sekarang mari kita lihat sudut pandang dari kura-kura:
1. Diam dan tabah.
Tahukah Anda betapa sakitnya hati kura-kura ketika mendapat cemoohan dan julukan "paling lelet" sehutan dari kelinci? Apakah kura-kura membalas makian kelinci? Tidak! Ia hanya diam dan tabah menghadapi. Tapi dalam hatinya, ia bertekad mem'balas dendam' pada kelinci dengan menunjukkan kemenangannya.
2. Pasrah kepada Tuhan.
Sebenarnya kura-kura bisa saja menolak tawaran kelinci. Sebenarnya kura-kura udah mau bilang "Tidak" pada kelinci. Tapi malam hari ketika kura-kura berdoa dan membaca firman, ia diberikan ayat Roma 12 : 12. Itulah yang menjadi kekuatannya hingga ia menjadi seorang pemenang. Ia hanya pasrah kepada Tuhan.
3. Taat
Menurutku, kura-kura itu sebenarnya bukan telaten dalam berjalan hingga ke garis finish (perjalanan ke pohon di atas bukit itu jauh loh pak). Jalanan menanjak, banyak kerikil-kerikil. Terus si kura-kura jalannya kayak gitu lagi: bawa rumah segitu gedenya, jalannya melata. Bisa dibayangkan rasa sakit badannya ketika jalan sambil mengenai kerikil-kerikil di tanah. Beban di punggungnya segitu beratnya. Bisa saja kura-kura berhenti di tengah jalan dan menyerah.
Tapi apakah kura-kura menyerah? Tidak! Dia jalan terus meskipun banyak kerikil dan beban berat di punggungnya. Badannya sakit pokoknya jalan teroosss... Dia hanya taat kepada Tuhan yang memberikan janji kemenangan untuknya.
4. Tuli
Telinga kura-kura tidak begitu besar. Dan lagi ia cuek. Jadi kura-kura sebenarnya agak tuli. Coba bayangkan seandainya kura-kura mendengarkan cemoohan dan teriakan "Buuuuu..." dari penonton. Mungkin mentalnya bisa down dan ia berhenti.
5. Semangat
Kura-kura itu biasanya berusia ratusan tahun. Kalau di manusia, wuih, umur segitu sudah jadi kakek/nenek. Tapi kura-kura punya semangat seperti anak autis hiperaktif (sedikit berlebihan). Semangat! Tidak peduli usia Anda berapa yang penting : Semangat!!!
6. Rendah hati
Setelah kura-kura menang, apakah ia balik mencemooh kelinci? Menurutku sih tidak. Soalnya waktu kura-kura diwawancarai sama MCnya lomba itu, ia hanya menjawab, "Semua karena Tuhan."
So, dalam perlombaan di dunia nyata ini (Roma 12:1-3), kita lebih cenderung menjadi kelinci, atau menjadi kura-kura?
Kamis, 31 Juli 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar