Selasa, 29 Juli 2008

Aku & Supir Taksi

Kalau kita harus membeli tiket mahal seharga ratusan ribu rupiah hanya untuk mendengarkan seminar seorang motivator terkenal tentang motivasi dalam pekerjaan dan hidup, tidak dengan saya. Karena saya hanya perlu membayar dua puluh ribu.

Saya bepergian dari Surabaya ke Jakarta untuk keperluan kantor saya. Setibanya saya di bandara, karena yang menjemput sedang berhalangan, terpaksa saya harus naik taksi.

Saya mencegat sebuah taksi agak jauh dari area bandara karena sesuatu hal (saya kurang suka dengan taksi bandara). Taksi itu menepi dan pengemudinya langsung turun dan membukakan pintu untuk saya. Ia menutup pintu setelah memastikan saya masuk dan duduk di kursiku dengan nyaman. Begitu ia kembali ke tempat duduknya, ia menoleh dan berkata, "Selamat siang Pak. Koran di samping bapak silakan dibaca. Tujuan bapak ke mana?" Aku menoleh ke sebelah tempat duduk saya dan melihat koran hari ini terlipat rapi. Supir taksi itu juga menawarkan kepadaku beberapa CD lagu dan bertanya yang mana yang ingin saya dengar. Wow... Saya mencari-cari kalau-kalau ada kamera tersembunyi kalau ini semacam acara candid di TV. Saya tidak percaya pelayanan yang kudapatkan di taksi ini!

Pada satu kesempatan, saya bertanya pada pengemudi itu, "Bapak pasti bangga pada pekerjaan bapak. Apa yang membuat bapak demikian?"

Supir taksi itu tertawa sebentar. Kemudian katanya, "Setahun lalu saya bekerja di sebuah perusahaan besar di kawasan Kuningan. Sebut saja perusahaan X. Prestasi kerja sebenarnya tidak jelek. Akan tetapi lama kelamaan saya capek memikirkan kalau usaha terbaikku tidak akan cukup bagi mereka. Akhirnya saya memutuskan untuk keluar dan menemukan sesuatu yang akan membuatku bangga akan diriku sendiri.

Saya tidak mungkin jadi seorang ilmuwan, tapi saya suka menyetir. Saya mencari-cari pada diriku sendiri dan... PLOK!" supir itu menepuk kedua tangannya, "... inilah aku; seorang supir taksi."

Kemudian lanjutnya, "Tapi saya tahu satu hal. Untuk mempunyai bisnis yang baik saya harus menarik banyak penumpang. Tapi untuk mempunyai satu bisnis yang LUAR BIASA (ada penekanan dalam nada bicaranya), saya harus lebih lagi kepada penumpang saya. Dan saya lebih menyukai kata 'luar biasa' ketimbang 'rata-rata'."

Sesampainya saya di tempat tujuan, saya mengeluarkan uang seratus ribuan dua lembar untuk lima puluh ribu ongkos taksi. Lalu kataku, "Simpan saja kembaliannya, pak." Dan saya yakin, kerugian terbesar perusahaan X tadi adalah kehilangan salah seorang karyawan terbaiknya.

Tidak ada komentar: