Pernah makan "All you can eat"? "All you can eat" adalah sebuah konsep restoran yang sudah biasa, di mana kita harus membayar sejumlah uang tertentu untuk makan sepuasnya. Itu sudah biasa. Tapi apa jadinya sebuah restoran dengan konsep "All you can eat, pay as you wish"?
Sebuah restoran masakan Pakistan di Wina menggunakan konsep itu di mana kita bebas makan apapun yang kita mau dan membayar seikhlasnya! Wow!!! Apa jadinya restoran itu? Pasti rugi kan?
Ternyata apa yang terjadi tidak sejalan dengan prinsip ekonomi dan pemikiran orang-orang pada umumnya. Restoran itu masih tetap eksis setelah bertahun-tahun. Deewan Restaurant tetap beroperasi dan pelanggannya datang, makan, dan membayar seikhlasnya.
Berlokasi di Schottentor, resto ini pun menjadi favorit para mahasiswa yang berkuliah di daerah tersebut. Tentu saja, untuk ukuran mahasiswa yang tak mempunyai banyak bujet jajan diluar, resto ini memang menjadi pilihan utama. Tapi diluar mahasiswa, resto ini bahkan menjadi tempat kuliner favorit turis dan *backpacker* .
Didirikan oleh seorang lulusan filsafat, Natalie Deewan, konsep resto ini terinspirasi akan nilai nilai kedermawanan manusia baik dari sisi pemberi maupun penerima.
"Pada minggu-minggu awal kami tak yakin, tapi ternyata pelanggan makin antusias, dan membayar banyak", ujar Natalie.
Lalu berapakah 'fair fare' yang masuk akal jika makan di sini? Jika melihat menunya, memang Deewan tak terlalu banyak menyediakan macam-macam masakan. Di meja buffenya, hanya ada 2 pilihan makanan utama.
Pertama, kelompok makanan kari dari bahan ayam, kambing hingga lembu dan kedua, makanan vegetarian saja serupa kebab sandwich. Diluar buffet utama, disediakan makanan pencuci mulut bernama Halla, yaitu sejenis nasi manis yang diolah menggunakan susu dan minyak.
Selain itu, Deewan juga menyuguhkan nasi dan juga kentang. Sementara, untuk minum, Deewan telah mematok harga tersendiri.
"Saya membayar 5 Euro untuk ini semua", ujar Khan, salah satu pelanggan keturunan Pakistan yang telah beberapa kali datang di Deewan. Tak hanya warga keturunan Pakistan yang menjadi pelanggan di Deewan, tampak para bule dan orang Asia juga duduk ikut menikmati kuliner Pakistan. Bagaimana dengan rasa dan kualitas?
"Untuk konsep seperti ini (pay as you wish), rasa menjadi nomer dua, yang penting rasa lapar teratasi", kelakar Lena Weiss salah satu warga Austria yang datang ke Deewan jika tak memasak.
Pernahkan Deewan pernah mengalami krisis keuangan selama menjalankan usaha semacam ini?
"Belum, terus terang selama ini para pelanggan cukup tahu diri dengan banyaknya yang mereka makan," sindir salah satu staff Deewan yang tak mau disebut namanya.
Sobat JINS, pelajaran hari ini adalah Give and Grow. Siapa yang takkan menyangka kalau restoran ini masih bisa tetap eksis di tengah krisi global dan konsepnya yang "nyleneh". Semua orang, termasuk JINS sendiri, mungkin akan mengira restoran ini hanya akan merugi dan tutup tidak berapa lama lagi. Tapi toh tidak terbukti.
Sobat JINS, memberilah seolah kamu tidak akan kehabisan. Jangan pelit, jangan kikir. Dengan memberi sesuatu, kita mendapatkan manfaat 3 in 1 sekaligus! Kita akan mendapat pahala, kita membantu orang tersebut dan kita menaikkan hormon gembira dalam diri kita. Dengan memberi kita bertumbuh. Dengan memberi kita menjadi lebih bahagia. Dengan memberi Allah yang melihatnya di tempat tersembunyi akan membalaskan kepada kita. Dengan memberi, kita akan menjadi lebih kaya. Siapa yang masih pelit memberi, juga akan pelit diberkati.
Memberi bukan berbicara soal materi saja. Apabila kita mempunyai tenaga, beri tenaga kita. Apabila kita mempunyai waktu, sisihkan untuk orang-orang yang kita cintai. Apabila kita mempunyai keahlian, jangan pelit ilmu dan ajarkan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Dengan memberi, pertumbuhan diri kita menjadi dewasa akan dipercepat hingga tiga ribu persen! Mau mau mau?
Rabu, 04 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar