Rabu, 03 Desember 2008

Panggung Sandiwara

Masih ingat dengan lirik lagu Nike Ardilla "Dunia ini... panggung sandiwara yang harus kita mainkan." Well, topik ini masih sangat mengusikku. Setelah beberapa hari yang lalu saya menulis "Topeng", kini saya ingin memperdalam lagi dengan tulisan ini.

Mengutip dari blog seorang teman yang menuliskan tentang "Topeng" juga, saya sangat terinspirasi oleh tulisannya. Tapi kini "panggung sandiwara" yang saya tuliskan di sini agak berbeda dengan persepsi om Udin.

Lalu, tentang apa panggung sandiwara di sini?

OK, bayangkan Anda pernah mempunyai seorang sahabat (bisa pacar, bisa sahabat. Tapi yang di sini saya ambil contoh sahabat). Dengannya, Anda bisa dekkkeeeeeettttt sekali. Anda bercerita banyak ke dia. Mulai dari keluarga, teman, sampai ke permasalahan Anda. Anda bahkan sudah berbagi rahasia pribadi diri Anda dengannya. Anda percaya dengannya. Anda begitu menghargainya. Anda sangat menghormatinya seolah Anda tidak pernah bersahabat begitu dekat sebelumnya dengan orang lain.

Begitu pula dengannya. Dia juga sering mengatakan kepada Anda, "Kamulah sahabatku." Dan juga dia sudah membawa Anda lebih mengenal ke dalam kehidupan pribadinya. Dia sering meminta saran Anda dan sering menelepon Anda.

Paling tidak untuk sekian waktu dia membantu Anda. (Topengnya KEREN SEKALI!!! Wajah aslinya saja sampai tidak kelihatan!)

Tapi kemudian, seolah tidak ada angin tidak ada petir, tiba-tiba saja hujan (halah...). Maksudnya tiba-tiba saja dia meninggalkan Anda, menjauhi Anda, tidak menyapa Anda lagi, begitu sombong, begitu dingin. Ketika Anda berpapasan dengannya, seolah dia tidak melihat. Ketika Anda menyapanya, dia cuma tersenyum kecut. Ketika Anda berusaha menanyakan "Ada apa di antara kita?" atau "Aku salah apa?", dia hanya menjawab, "Tidak apa-apa" atau "Kamu koq kek anak kecil aja" dan menjawab seolah tidak ada apa-apa di antara kalian.

Kemudian Anda mulai instropeksi dan bertanya-tanya, sebenarnya Anda salah apa. Anda mulai melihat ke dalam diri Anda dan mulai menelaah satu per satu latar belakang yang mungkin menghalangi persahabatan kalian. Dan Anda menemukan sesuatu. Satu jawaban yang cukup memuaskan diri Anda.

Dia sudah tidak ada kepentingan lagi denganmu. Manisnya dah habis. Sisa sepahnya saja. Mana bisa dimakan lagi? Ya apa boleh buat, buang aja deh...

Hey, man!! Saya adalah salah satu dari sekian milyar manusia yang sangat sangat sangat menjunjung tinggi namanya PERSAHABATAN itu! Saya sangat sangat sangat menghargai seorang sahabat (sejenis maupun lawan jenis) dan saya akan memberikannya yang terbaik. Dan saya akan sangat marah dan kecewa kalau ada oknum-oknum yang memanfaatkan ajang yang namanya "PERSAHABATAN" hanya untuk "disedot manisnya" saja.

Memang dunia ini panggung sandiwara! Semua dari kita adalah pemerannya. Ada protagonis ada antagonis. Ada yg tulus ada yang palsu. Mau "manis"nya seseorang? Gampang, tinggal tepe-tepe aja (tepe itu tebar pesona, red). Begitu orang itu terjerat, sedotttt... Manisnya hilang, di-lepeh (bahasa Indonesianya: dibuang) saja! Apa yang manusia lihat kan cuma 'topeng'.

Inilah yang kurasakan ketika saya menulis "Topeng" dan "Panggung Sandiwara" ini. Saya belajar untuk menanggalkan topeng saya dan menunjukkan wajah asliku. Cuma saya juga harus siap dengan wajah teman-temanku yang mungkin akan menanggalkan topengnya. Nggak boleh kabur ya... Hehe..

Sobat JINS, ingat-ingatlah hal ini. Pakai topeng, sah-sah saja. Banyak teman, dapat promosi dan sebagainya. Toh manusia melihat topeng dan rupa. Cuma ingat satu hal. Tuhan melihat hati. Ia bahkan tidak terpengaruh sama sekali dengan segala macam topeng yang kita kenakan.

Dunia ini panggung sandiwara, yang harus kita mainkan. Ada peran wajar, ada peran berpura-pura... Tapi tak peduli di pentas manapun Anda main, pastikan sutradaranya Yesus ya. Peace!!

Tidak ada komentar: