Alkisah ada seorang tentara yang ingin pulang ke rumah setelah perang di Vietnam berakhir. Sebelum pulang ia menelepon kedua orang tuanya di rumah.
"Ayah, Ibu, besok saya akan pulang. Tugasku sudah usai," kata tentara itu gembira.
"Bagus!" jawab ibunya, "kami semua merindukanmu di sini."
"Tapi ayah, ibu, saya mempunyai satu permintaan. Saya akan pulang bersama dengan seorang temanku, dan ia akan tinggal bersama kita," katanya.
"Seperti apa temanmu itu?" tanya ibunya.
"Dia terluka parah saat perang. Dia menginjak ranjau dan ranjau itu meledak, merenggut kedua kakinya dan satu tangannya. Dia tidak punya siapa-siapa, bolehkah dia tinggal bersama kita?"
Ibu dan ayahnya berpikir sejenak. "Anakku," jawab ayahnya, "orang seperti ini akan merepotkan kita. Dia tidak bisa mandiri. Ke mana-mana pasti minta dibantu. Sudah pasti orang ini hanya akan menjadi beban kita."
"Ayah yakin?" tanya anaknya.
"Iya, anakku," jawab ayahnya, "sebaiknya suruh ia tinggal di tempat lain saja."
Dan begitulah kemudian pembicaraan itu berakhir. Tapi lewat beberapa minggu kemudian, anak itu tak kunjung pulang. Orang tuanya mulai cemas. Masa ia pergi perang lagi? Tak mungkin! Tapi kenapa koq tak pulang-pulang?
Tepat tiga minggu setelah pembicaraan telepon itu, seseorang datang ke rumah mereka.
"Bapak, Ibu, benarkah ini rumah Justin?" tanya orang itu.
Suami-istri itu menganggukkan kepala bersamaan.
"Mohon maaf, ada kabar buruk. Anak Anda baru saja bunuh diri dengan melompat dari atap gedung. Kata-kata terakhirnya, ia tak punya tempat pulang. Ini jenasahnya saya kembalikan untuk keluarganya."
Dan betapa terkejutnya kedua suami-istri itu mendapati jenasah sang anak tidak mempunyai kaki dan kehilangan sebelah tangan.
Matius 22:39
"Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Selasa, 16 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar