Malam itu malam yang sangat dingin. Baru saja hujan deras di Surabaya. Cuaca sangat dingin dan angin yang bertiup dinginnya sangat menusuk.
Aku berdiri di atas atap sebuah gedung lantai dua belas. Karena di Surabaya jarang ada gedung pencakar langit, pemandangan kota di malam hari terlihat dengan jelas dan sungguh indah. Aku bisa melihat kendaraan yang lalu lalang di bawahku. Aku bisa menghirup udara dan bau tanah yang masih segar. Dan di atap itu gelap dan tidak ada siapapun, kecuali aku dan Yesus.
Kami bersandar di sebuah tembok pembatas dan memandangi seluruh kota yang gemerlap di malam hari. Aku menoleh pada Yesus. Pandangannya masih menerawang jauh. Aku bisa melihat wajahNya yang cerah dan tersenyum melihat kota Surabaya ini.
"Aku punya impian," kata Yesus tiba-tiba, "Aku rindu seluruh kota ini dipakai untuk kemuliaan BapaKu."
Aku menoleh pada Yesus. Aku hanya diam.
"Masih banyak orang-orang di kota ini yang belum mengenal Aku dan BapaKu. Ada juga yang sok kenal saja... tapi Aku kenal mereka semua."
Aku memandang ke kejauhan, melihat kendaraan yang lalu lalang di bawah. Saat itu aku menyadari bahwa kita, manusia, begitu kecil. Kalau dilihat dari lantai dua belas saja sekecil ini, apalagi Bapa yang memandang dari langit sana. Tapi hebatnya, Bapa mengenal kami satu per satu.
"Yesus," kataku, "memangnya kota ini bukan milikmu?"
Yesus menoleh padaku. SenyumNya sangat menawan dan menarik. KataNya, "Bukan. Dunia ini bukan milikKu. (Matius 4:8-9)"
Sepi lagi.
Iseng-iseng aku melongok turun ke bawah. Jantungku serasa seperti melorot ke bawah. Perutku langsung jadi mules. Perasaan takut bercampur gentar ketika melihat betapa tingginya posisi saat ini aku berada. Bukannya aku takut ketinggian, tapi membayangkan jatuh dari lantai dua belas... wuih!
Aku menoleh lagi pada Yesus. Tiba-tiba entah kenapa aku jadi teringat akan ketika Yesus dicobai Iblis; ketika Ia disuruh melompat dari atap sebuah Bait Allah. Apa perasaan Yesus saat itu? Takut ketinggian? Atau kuatir kalau malaikat tidak menatang Dia?
"Tidak," jawab Yesus tiba-tiba, "Aku tidak takut ketinggian dan Aku yakin malaikatKu akan menatangku. Hanya Aku tidak mau tunduk kepada Iblis. (Matius4:6-7)"
Whew... padahal aku hanya berandai-andai dalam pikiranku, tapi ternyata Yesus bisa membaca pikiranku. Ia mengerti semua isi hatiku.
"Lalu, apa yang Engkau harapkan pada kota ini?" tanyaku.
Yesus menoleh lagi padaku dengan senyumnya yang luar biasa manis. "Aku menghendaki seluruh kota ini menjadi muridKu dan bukan hanya mengenalKu. Murid adalah seorang yang mau diajar dan dibentuk. Murid adalah seorang yang mau menerima proses dari sebuah jalan menuju kemuliaan. Aku tidak mau warga kota ini bersantai-santai dan tertidur. Setiap dari mereka harus bangun dan berjaga-jaga untuk mempersiapkan kedatanganKu yang kedua kali."
"Lalu, apakah aku sudah Kau akui sebagai muridmu, Tuhan?" tanyaku.
Yesus hanya tersenyum.
*Sebuah coret-coret dari inspirasi yang kudapat - pengalaman pribadi bersama Yesus di atap Empire Building. Thank you Lord for your presence there that night.*
Minggu, 14 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar