Kamis, 25 Desember 2008

Tepuk Tangan Dengki

Aku marah!

Aku benci!

Aku sakit!!!

Mengapa dunia ini seolah tidak adil padaku? Mengapa dunia ini tidak pernah adil? Mengapa Tuhan tidak memperlakukan kita sama? Mengapa!?

Mengapa di setiap hal aku selalu yang jadi nomor terakhir? Mengapa di setiap kompetisi yang kuikuti selalu aku yang kalah? Dan sakitnya lagi, mengapa yang selalu juara adalah sahabat terbaikku sendiri?

Aku pulang dengan langkah gontai. Aku marah! Aku dendam! Setiap kali pikiranku menerawang wajah sahabatku, kuanggap seperti monster yang menjijikkan! Seorang monster yang telah merebut sesuatu yang berharga dariku. Mataku kabur, becek oleh air mata. Aku mau menangis tapi aku malu karena aku lelaki. Aku marah! Aku marahhhh!!!!

Rasa terluka itu masih membekas dalam. Aku iri. Mengapa setiap perlombaan selalu dia? Mengapa tak pernah memberikan kesempatan kepadaku? Dalam pikiranku terbayang percakapan-percakapan imajinatif yang kulakukan dengan sahabatku itu. Ribuan kata-kata telah kusiapkan kalau ia hendak menghiburku, ribuan kata-kata yang memenangkanku.

Betul juga. Mengapa tak terpikir olehku?

Aku bisa menang darinya. Aku bisa mencaci makinya, membongkar setiap kelemahan dan celah yang ia tunjukkan waktu lomba tadi. Aku bisa mengkritiknya habis-habisan. Aku bisa mengungkapkan sederetan kesalahan yang pernah ia lakukan. Aku bisa menang lewat kata-kata!

"Lalu, apa gunanya?" tanya seseorang tiba-tiba.

Aku tidak akan mengikuti lomba lagi. Setiap tepuk tangan kemenangan yang ia peroleh merupakan tepukan dengki dariku. Aku tidak menghargainya. Aku kesal karena ternyata aku tak bisa lebih baik darinya. Pada kenyataannya aku hanyalah seorang....


pecundang.


PS: Sebuah coret-coret sederhana. Karena aku prihatin dengan banyaknya anak-anak, teman-teman, dan semua orang yang selalu merasa dirinya kecil, tidak bisa diandalkan, tidak berharga, selalu kalah dan tersisih. Karena di luar sana, ada seseorang yang akan berusaha keras menjadi teman mereka.

Tidak ada komentar: