"... Saya juga pernah mengalami hal yang sama. Bedanya, kalo saya kena masalah dengan seorang sahabat lawan jenis. Anak itu namanya Jenny. Sudah dua tahun kami bersahabat. Kalo di kampus, sering duduk bareng. Kalo pas di kantin, selalu makan bersama, bercanda bersama. Pokoknya seru deh sama Jenny. Orangnya asyik, bisa diajak ngobrol apapun deh.
Pulang kuliah, dia biasanya saya bonceng sampai ke depan rumahnya. Kalo pagi-pagi pas nggak ada kerjaan, sms dia deh. Kadang-kadang cuma say hi aja. Rasanya tak lengkap kalau ada Jenny tapi aku tidak ada. Kalau aku sendirian pasti teman-temanku langsung nanya, 'Mana Jenny?'.
Keadaan berubah setelah dua tahun. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba saja si Jenny jadi cuek sama aku. Dia udah jarang balas smsku, udah nggak pernah kontak-kontak aku lagi. Kalo pas lagi kuajak ngobrol, dia selalu menjawab dengan sinis dan penuh sindiran. Padahal sama teman-teman lainnya dia biasa aja koq. Dia juga udah nggak pulang bareng aku lagi. Sekarang dia pulang sama temannya cewek yang lain. Terus dia juga nggak pernah ngajak aku ngobrol, jalan-jalan atau hang-out lagi.
Hey, aku bikin salah apa sama dia koq dia jadi begini? Aku tak habis pikir... Kalau memang aku salah ya ditegur atau diingatkan.
Aku mencoba mencari tahu. Selalu aku membuka pembicaraan dengannya, tetapi selalu ditutup dengan sinis olehnya. Aku mencoba mendekati dia lagi, tapi dia menjauh. Kadang-kadang aku belikan kue dan mengantar ke rumahnya, selalu pembantunya yang menerima dan bilang, 'Jenny-nya lagi keluar.'
Aku bingung. Suatu malam aku berdoa. Aku diberitahu sama Tuhan kalau memang itu maunya, ya lepaskan saja. Kalau memang ia ingin menjaga jarak silakan saja. Dan sepertinya aku juga sudah memberikan suatu 'harapan' yang salah kepadanya. Supaya aku tidak terlibat lebih jauh lagi maka hal yang harus terpaksa kulakukan adalah tega untuk menjaga jarak.
Yap, malam itu juga aku nelpon Jenny. Sebagai orang yang lebih dewasa, tentunya aku juga tak boleh seperti Jenny yang membalas cuek atau sinis. Aku meneleponnya. Lama tak diangkat, akhirnya dari seberang sana terdengar suara Jenny yang ketus dan terdengar marah.
Aku menarik napas panjang dan mengatakan kalo memang itu maunya untuk break, maka lebih baik sementara kita break. Saat itu kami memang belum pacaran. Kami cuma bersahabat. Dan aku juga tak menyinggung-nyinggung tentang sikapnya yang dingin padaku. Dia cuma menjawab, oke dan langsung menutup teleponnya.
Ah... lega rasanya! Seperti ada beban yang terlepas. Yap, untuk beberapa saat memang aku masih mengenang masa-masa bahagia kita bersama. Sakit sih... Perih kadang-kadang. Kenangan indah tak mudah dilupakan kan? Tetapi seiring waktu, aku mulai bisa melupakannya.
Satu semester berlalu. Sekarang aku sudah pacaran dengan seseorang. Lama tak mendengar kabarnya kangen juga. Dan hari itu, kebetulan sekali aku duduk satu bangku dengannya waktu kuliah. Canggung sih, seperti ada yang mengganjal di awal-awal obrolan kami. Tapi lama kelamaan mulai mencair dan seperti biasa lagi.
Tak ada pembicaraan khusus. Tetapi waktu pulang sampai di rumah, aku mendapati sepucuk surat diselipkan di map kuliahku. Dari Jenny.
Isinya, dia meminta maaf. Dia ingat semua perbuatannya di masa lalu. Dia pernah nyuekin aku, pernah mengacuhkanku, sinis kepadaku. Semuanya itu hanya menunjukkan betapa tidak dewasanya dia. Dan sekarang dia bertemu lagi denganku dan mengatakan kalau aku sudah banyak berubah. Lebih dewasa. Ia meminta maaf, lagi. Dan ingin hubungan kita kembali seperti dulu lagi... Dan ternyata dulu ia juga memendam perasaan suka kepadaku.
Lihat! Tuhan begitu ajaib menjadikan sebuah hubungan. Ia mendekatkan aku pada Jenny, Ia juga yang menjauhkannya karena sesuatu yang tidak beres.
Blogger terkasih, mungkin saat ini Anda terlibat suatu masalah yang serius dengan seseorang yang sangat dekat dengan Anda. Seseorang yang Anda cintai dan hormati dan kasihi tiba-tiba berbalik seolah menunjukkan sikap bermusuhan dengan Anda. Itu juga rencana Tuhan.
Tuhan saat ini sedang ingin menempa kedewasaan Anda menjadi lebih lagi. Pada ceritaku, Tuhan saat memisahkan aku dengan Jenny ingin membuatku lebih dewasa lagi. Tuhan juga hendak menyadarkan Jenny betapa tidak dewasanya ia.
Atau saat ini Andalah yang sedang dalam proses cuek dan dingin terhadap orang lain? Ingatlah ini bukan satu tindakan yang menunjukkan kematangan kita. Ini adalah tindakan paling childish yang pernah Anda lakukan. Jangan harapkan orang lain berubah tanpa Anda berubah lebih dulu.
Tuhan memberkati."
(thanks to Beldwin for sharing)
Jumat, 29 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar