Matius 18:21-22
"...Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali."
Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita untuk mengampuni orang lain tujuh puluh kali tujuh kali. Artinya kita harus senantiasa mengampuni orang lain karena Bapa sendiri juga mengampuni kita bolak-balik.
Tapi... Sometimes I found that Jesus' word is too hard to do.
Tidak mudah mengampuni orang lain itu. Apalagi bila orang itu sudah menyakiti kita sampai ke tahap kepahitan tanpa suatu penyelesaian. Sakit hati itu sudah meradang dan menjadi makin parah. Kita sepertinya mustahil mengampuni orang itu. Bahkan orang itu seolah ingin berbaikan dengan kita, tetapi kita sudah terlanjur sakit. Susah mengampuninya.
Amsal 18:19
"Saudara yang dikhianati lebih sulit dihampiri dari pada kota yang kuat, dan pertengkaran adalah seperti palang gapura sebuah puri."
Ketika saya membaca ayat ini di kitab Amsal, sungguh ayat ini gue banget! Betul! Beberapa waktu lalu saya ditinggalkan oleh sahabat yang kuanggap seperti saudaraku. Tanpa alasan yang jelas, ia seolah menjadi orang lain. Ia tidak menyapaku, mengajakku bicara, menolak ajakanku, memalingkan muka dariku, bahkan mungkin menjelek-jelekkanku di belakangku. Dan semuanya ini sungguh ia lakukan tanpa suatu kejelasan!!
Parahnya lagi ketika ditanyai orang lain, ia selalu senyam-senyum sambil menjawab kalau ia tidak ada masalah denganku. Bahkan ia menganggapku seperti anak kecil karena tidak mengajaknya bicara (padahal dia sendiri yang seperti anak kecil... huh).
Perlakuan tidak-menganggap-keberadaanku sudah dilakukannya selama hampir setahun. Parahnya lagi, mau tidak mau, suka tidak suka, saya harus bertemu dengannya setiap hari (jadi tidak bisa menghindar. Kebayang betapa menyebalkan semua ini?) Dan setiap bertemu denganku, entah kenapa dia selalu nampak sok sibuk, dan (tentu saja) tidak menganggap keberadaanku (emangnya aku hantu?)
Mungkin sobat JINS saat ini bertanya-tanya apakah saya berusaha mencari perdamaian dengannya? Jawabnya, tentu saja iya!!
Pernah sekali saya menawarkan diri untuk membantunya dalam suatu pekerjaan. Eh, dia malah menolak dan kemudian meminta orang lain untuk membantunya. Berkali-kali kuajak bicara, ia selalu mengacuhkan. Kuajak untuk keluar makan, ia jawabnya selalu alasan sibuk ini itu. Lama kelamaan malas juga berdamai dengannya.
(Sekali lagi kutegaskan, dulu ia adalah seorang sahabatku yang kuanggap seperti saudara tapi kini tanpa alasan yang jelas ia berlaku demikian padaku.)
Oke, ia sudah tidak menganggapku lagi. So, buat apa saya berusaha mati-matian mendapatkan kembali sahabatku yang sudah mati? Dan saat itu saya juga berusaha melupakannya dan bertindak sama seperti ia: tidak menghiraukan keberadaannya.
Dan kemarin malam, ada satu kejadian yang mengejutkan. Orang itu (saya sebut "orang itu" karena memang dia bukan teman saya lagi) tiba-tiba menawarkan diri untuk membantuku pada saat saya sedang tidak perlu bantuan! Dan kelihatan jelas sekali kalau ia sedang mencari perdamaian denganku.
Tapi maaf, hatiku sudah terlanjur disakiti hingga meradang. Saya tidak bisa mengampuninya begitu saja. Itu tidak cukup. Dan secara spontan, kedua ayat ini langsung keluar di kepalaku, kedua ayat yang sangat berlawanan ini.
Sahabat yang dikhianati lebih sulit ditembus daripada benteng yang kokoh.
Ampuni sahabatmu sekali lagi. Beri ia kesempatan sekali lagi.
Dan sekali lagi saya menemukan bahwa kadang-kadang ajaran Yesus sangat sulit untuk diterapkan...
Jumat, 27 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
aku juga lagi ngadepin hal yang sama. emg susah maafin orang. tapi mari kita berusaha. Tuhan aja mau maafin kita, kenapa kita ga? we must be like God, full of charity.
Ayo brother!! =)
berjuang demi Tuhan. cause we love God, dont hurt Him any longer.
Forgiveness is a beautiful thing. GBU
It's not that easy....
Kemaren niatannya sih mau minta maaf dan minta dimaafin. Eh, malah ribut lagi...
Wew... (memang cowo egonya selangit ya?)
haha.. iya tuh.. male ego nya gede! :)
y udah.. pelan2 deh :)
aku juga lagi berusaha. Kita berusaha sama-sama yaa! =D
Posting Komentar