Selasa, 03 Maret 2009

Art of Listening

Sobat JINS pasti pernah dengerin radio. Dan di beberapa radio, kamu juga pasti pernah mendengar program acara sesi curhat, di mana pendengar menelepon masuk dan penyiar radio tersebut mendengarkan curhat mereka dan kemudian memberikan solusi. Pernahkah sobat JINS berpikir, mengapa penyiar mempunyai kesabaran seperti itu dalam mendengarkan? Kemudian bisa memberikan solusi-solusi yang bijak dalam menanggapi permasalahan penelepon itu?

Mengapa mendengar?

Mendengar adalah salah satu panca indera yang paling penting. Mendengar juga merupakan sebuah karunia yang luar biasa yang diberikan Tuhan kepada kita. Dengan mendengarkan, kita bisa belajar sesuatu hal yang baru. Bagi kita, mendengarkan sama saja dengan belajar. Kita bisa belajar inspirasi baru, pengetahuan baru, dan pengalaman baru. Sedangkan bagi pembicara sendiri, ada suatu perasaan lega dan dihargai karena ada yang mendengarkan. Di sisi lain, kita bisa menjalin suatu hubungan yang lebih erat dengan orang itu dan semakin mengerti pribadinya. Jadi, mendengar adalah berguna bagi diri kita dan bagi orang lain juga. (Mungkin itulah mengapa kita mempunyai dua telinga dan satu mulut.)

Kegagalan dalam mendengarkan Sebagian besar di dunia ini bukanlah pendengar yang baik. Mengapa? Manusia adalah makhluk paling egois yang pernah ada. Ketika kita mendengarkan seseorang bercerita, kita selalu punya kecenderungan untuk egois. Otak kita sedang berpacu ketika kita mendengarkan seseorang. Manusia punya kecenderungan memikirkan apa yang harus dikatakan untuk menanggapi orang itu ketika mendengarkan. Alhasil, kita tidak 100% mendengarkan orang itu.

Atau, kita menyela pembicaraan dan kemudian memutarbalikkan topik pembicaraan mengenai sesuatu yang kita senangi, dan bukan apa yang orang itu senangi. Atau bahkan (yang paling parah) kita mengambil alih pembicaraan sebelum waktunya, berkata-kata terhadap apa yang kita senangi.

Lalu bagaimana kita mendengarkan dengan baik?

Cara mendengarkan yang baik

Hilangkan dahulu egomu! Tinggalkan dulu di luar. Fokus dan dengarkan partner bicaramu. Arahkan matamu padanya. Kalau perlu, condongkan badan sedikit untuk menunjukkan respekmu. Tanyakan pada dirimu sendiri, pengalaman apa yang bisa kaupetik dari cerita temanmu? Inspirasi apa? Jangan terburu-buru untuk memikirkan kira-kira jawaban seperti apa yang akan kamu berikan.

Berikutnya, berhati-hatilah dengan opini, perkataan dan tanggapanmu. Apakah benar-benar sesuai dengan konteks pembicaraan, apakah kamu menanggapi bukan sekedar menanggapi? Dengarkan secara objektif. Terkadang kamu harus mengkonfirmasi ulang perkataan partnermu dengan mengulangi kata-kata mereka seperti, "Bukankah tadi kamu bilang bahwa.... (ulangi kalimat partnermu)."

Juga untuk dapat merasakan manfaat dari pembicaraan itu, tempatkan posisi kita seolah-olah kita ada di posisi mereka. Bayangkan seolah-olah kejadian itu terjadi padamu. Bayangkan emosi mereka saat itu dan mengapa mereka menyukai/membencinya. Alhasil kamu dapat merasakan manfaat dari apa yang dibicarakan. Ingatlah kita tidak akan bisa berjalan memakai sepatu orang lain sebelum melepas punya kita sendiri (ego kita). Dan bila kamu ingin menjadi bijak, tanyakan selalu opinimu pada orang lain. Apakah ada sesuatu hal yang tidak boleh didengarkan? Tentu saja gosip dan hal negatif. Kita di sini untuk menyiarkan yang baik, bukan penyakit.

Tidak ada komentar: