Kamis, 11 Juni 2009

Chance

Saya sekeluarga hanya bertiga saja. Mama, koko (sebutan untuk kakak laki-laki) dan saya sendiri. Sejak ditinggal papa tahun 2002 silam, kami hanya hidup bertiga di sebuah rumah yang sederhana. Meskipun single parent, mama saya adalah seorang luar biasa. Beliau bekerja dan mampu menghidupi kami bertiga hingga akhirnya tahun 2006 lalu saya pun bisa duduk di bangku kuliah. Mama saya seorang yang hebat!!!

Tapi tidak begitu dengan koko saya. Koko saya berusia dua tahun lebih tua, tapi sifatnya sangat kekanak-kanakan. Kami sering berkelahi. Ia tidak pernah mau mengalah. Dan parahnya lagi, koko saya jatuh ke dalam jeratan obat-obatan terlarang. Kami pernah berkelahi secara fisik sampai berdarah-darah. Wuih, pokoknya saya sama sekali tidak menghargai koko saya ini. Dan kurasa dia juga tidak pantas untuk menerima penghargaan dariku.

Setiap kami berkelahi, mama selalu menangis sedih. Tapi koko saya tidak mau mengalah. Saya sendiri pun kepala batu sehingga kalau ada permasalahan, selalu saya ladeni sampai tuntas. Tidak peduli bertengkar mulut, atau berkelahi fisik, pokoknya saya harus menang.

Tahun 2006 yang lalu, entah kenapa, koko saya yang biasanya brutal ini mulai berubah! Ia mulai terlepas dari dosa obat-obatan. Ia mulai bertingkah laku lebih sabar dan lebih bijaksana. Ia juga sering pulang-pergi gereja bahkan mendalami salah satu pelayanan di sana. Hey, ada apa ini?

Setiap kali bertemu denganku ia selalu menyapa duluan (padahal dulu seperti anjing dengan kucing). Kadang-kadang ia membelikanku beberapa keperluan kuliah yang sebenarnya tidak terlalu kubutuhkan. Dan intinya, ia berubah!!!

Lambat laun saya pun mulai mengampuninya. Dan suatu hari ketika saya diantar koko saya menuju airport, saya ingin sekali memeluknya. Entah kenapa hati saya tergerak untuk memeluknya dan berkata, "Aku sayang kamu, ko." Tapi mungkin karena canggung dan perasaan tidak nyaman, akhirnya saya mengurungkan niatku.

Dan itu terakhir kalinya saya melihatnya.

Dua hari kemudian, saya mendapat telepom dari rumah yang mengabarkan kalau koko saya meninggal dalam kecelakaan lalu lintas. Tak terbayang perasaanku waktu itu. Hati saya bagai dipukul palu godam! Pikiran saya kalut! Hati saya perih seperti diiris. Dan air mataku tumpah begitu saja. Saya menangis dengan sangat....

Hati saya sangat menyezal. Dada saya sesak dan saya terus berteriak, "Andaikan saja waktu itu saya mengampuni koko saya...", "Andaikan saat itu saya memeluknya...". Hatiku terus diliputi perasaan bersalah dan menyesal.

Seminggu kemudian, ayah angkat koko saya (seorang pendeta) datang ke rumah saya. Ia mulai bercerita tentang kehidupan koko saya, bagaimana ia bisa berubah dari seorang yang brutal menjadi seorang yang bertobat dan mulai memperhatikan keluarganya. Pak pendeta itu juga bercerita bagaimana ketika koko saya mulai diubahkan Tuhan dan menjadi sangat radikal dalam Tuhan.

Tetapi yang paling menyedihkan adalah ketika papa angkat koko saya bercerita segala sesuatu yang berhubungan denganku.

Setiap malam koko saya ingin meminta maaf kepada saya, ia selalu takut. Ia tidak berani dan berpura-pura tidur memunggungi saya.

Setiap kali saya menawarkan kepada koko hal-hal yang kecil, bagi dia itu adalah sesuatu yang luar biasa yang menyentuh hatinya (contohnya saya menawari dia menggoreng kentang goreng).

Dan ia juga sangat ingin berdamai denganku, melihatku sampai lulus kuliah dan bekerja, lalu menikah dan punya anak dst dst....

My God!!!! Mendengar cerita itu seolah membuat saya semakin sedih lagi. Mengapa waktu itu saya tidak memeluknya dan mengampuninya? Mengapa semuanya sudah begitu terlambat? Kepergiannya, pertobatannya, pelayanannya... semua begitu singkat!!

Sungguh ini adalah sebuah penyesalan pribadi saya yang sangat mendalam. Tapi semuanya itu sudah terjadi. Dan belajar saya dari kehidupanku dulu, saya berjanji pada diri saya untuk jangan lagi terlambat dalam memberikan pengampunan. Tidak ada kata terlambat lagi untuk mengatakan, aku mengasihimu. Saya tidak tahu kapan orang itu akan pergi atau saya sendiri yang akan pergi, tetapi sebelum semuanya terlambat, saya sudah harus melakukan yang terbaik dan memberikan yang terbaik akan apa yang kupunya.

Tidak ada komentar: