Suatu hari teman saya berulang tahun.
"yuk, daripada kita ke club gak jelas, minum-minuman gak jelas, kita ke panti jompo saja. Bawa makan siang ke sana, kita makan sama mereka."
Singkat cerita mereka ke suatu panti jompo dekat kota. Di sana, orang-orang tua terlihat sangat senang saat tau teman-teman saya mau menjenguk mereka. Mereka terlihat gembira, mereka cerita tak habis-habisnya.
Mereka cerita tentang masa lalu mereka, latar belakang mereka, sejarah mereka bisa "nyangkut" di panti jompo."
Ada cerita dimana istri anaknya gak suka mertua mereka hidup bersama mereka, jadi si anak terpaksa menitipkan orang tuanya di panti jompo. Seorang kakek juga tinggal di sana setelah istrinya meninggal, dan dia tidak punya anak, keponakan-keponakan nya juga tidak ada yang mau menampung dia. Ada cerita, tentang si kakek tua yang sudah susah payah menguliahkan anaknya di luar negri tapi dia tak kembali ke rumah orang tuanya, dia tak pernah mengunjungi ayahnya, bahkan mengirim uang sekalipun tak pernah.
Teman-teman saya sangat terharu mendengar kisah mereka. Pun dia sangat tercengang saat si kakek tua menasehatkan dia: " kalau sudah beristri dan punya anak nanti, jangan memberi semua uang yang kita miliki ke anak-anak kita. Kita juga harus simpan untuk diri sendiri, buat masa tua, kalau anak-anak ternyata gak pinter sama kita." katanya.
Sepanjang perjalanan pulang naik mobil, tak satupun yang bicara.
" Hei aku hari ini ulang tahun. Koq malah pada bikin sedih gini?" " Ya, terharu banget. Aku jadi merasa bersalah deh. Bagaimanapun aku sering anggap orang tuaku gak penting." " Iya nih, kamu pake ngajak kita-kita ke panti jompo. Bikin kita feel guilty gini."
--------
Mungkin dari kisah si kakek tua tadi, kita geram dengan si anak nggak tau diuntung itu. Anak durhaka. Nggak pinter sama orang tua.
Tapi taukah kita, kenapa banyak anak-anak seperti itu? Apa benar mereka nggak peduli dengan orang tua mereka? Apa jangan-jangan kita sebagai orang tua gak peduli sama anak-anak kita?
Ada orang tua yang seharian sibuk kerja, anak bangun kita sudah gak ada di rumah, mereka menangis sampai lelah dan tertidur lagi. Ada juga yang gak peduli dengan sekolah mereka. Mereka gak pernah menanyakan," Gimana sekolahnya hari ini? Diajarin apa aja?" mereka taunya hanya bayar uang sekolah dan tanda tangan hasil ulangan. Ambil raport? Ah, biarin supir atau nenek aja, yang penting kan ada perwakilan.
Tahukah kita? Waktu anak kita gak panjang. Kita hanya memiliki 12 tahun bersama mereka. Sisanya, mereka milik teman-teman mereka, pacar mereka, pekerjaan mereka, istri/suami mereka, dan anak-anak mereka sendiri.
Mungkin saat ini kita bosan dengan tangisan mereka di malam hari. Kita bosan memonitor mereka yang baru belajar jalan. Jalan kesini, jalan kesitu, ambil barang ini, diletakan disitu, buang barang seenaknya ke tong sampah, corat coret dokumen penting. Sobek-sobek majalah di sofa. Lari ke tetangga, naik-naik tangga. Menelan benda gak jelas.
Kita mungkin bingung karena punya si kecil. Ada jadwal pelayanan, bingung mau ninggalin anak sama siapa. Gak ikut pelayanan, dikira lupa sama Tuhan. Diajak teman ikut KKR dan seminar? "Wah. Ntar si tuyul siapa yang ngurus?" Jangankan seminar di luar kota, di dalam kota saja sudah kebingungan.
Tiap hari minta dibacain dongeng yang itu-itu aja. Belum kalau ke swalayan, minta permen lah, bola lah, minta naik panda-pandaan di timezone. Ikut-ikutan ambil barang, sampai dirumah," Lah? Tadi perasaan gak ambil barang ini di supermarket? Oalah.si tuyul. Dasar!"
Bosen,nungguin mereka mengerjakan PR, " Kalau gak ditungguin, pasti ngelamun, gambar-gambar mobil, robot, nyuri-nyuri pandang nonton TV."
Bosen menyocokan catatan mereka dengan catatan teman-teman yang lain. Bosen Tanya-jawab dengan mereka sebelum ulangan.
Bosen nyuruh mereka ngeluarin botol minum dari tas biar dicuci sama si bibi. Kalau bukan Anda yang mengeluarkan malamnya, pasti besok pagi buru-buru. Jemputan sudah datang, anak Anda belum siap.
"Kapan mereka mau nurut? Disuruh makan, nanti. Disuruh mandi, nanti." Disuruh matikan TV dan tidur? " sebentar lagi ma!" Disuruh ngejadwal malam hari?"besok pagi aja ma!"
Dikasih tau jangan makan chiki nanti batuk, eh tetep saja jajan chiki di sekolah. Kalau sudah batuk, mau gak mau Anda bawa ke dokter dan beli obat. Minimal 100.000 habis. Padahal chiki cuman 2000. Belum kalau sampai radang, Anda sendiri harus jaga dia di rumah. Gak bisa ke kantor, nggak bisa pelayanan.
Mungkin kita semua sedang menjalani hal-hal ini. Kita bosan. Pengen rasanya anak cepat besar, bisa bantuin jaga toko, bisa ditinggal sendiri di rumah. Bisa antarkan makanan ke rumah tetangga, bisa naik kendaraan sendiri, gak perlu diantar-jemput lagi.
Tapi sadarkah kita? Kita kelak akan merindukan saat-saat mereka masih kecil. Saat orang-orang di pesta undangan mengatakan, " ih..lucu banget anaknya.." Saat Anda lelah dan menyuruh mereka menginjak-injak punggung Anda. Saat mereka tampil di drama natal sekolah dan dengan bangga Anda berkata, " Eh, yang jadi Yusuf itu anak saya." Saat mereka mengenakan busana daerah di Hari Kartini. Saat mereka nangis gak bisa menemukan satu pun telur paskah yang di sembunyikan di halaman gereja. Saat mertua Anda teralu memanjakan si kecil, sampai Anda jengkel sendiri dengan cara mereka mendidik anak Anda. Anda akan merindukan itu semua.
Hanya 12 tahun! Sisanya mereka milik orang lain. 12 tahun bahkan nggak lebih dari 1/5 hidup mereka. Nikmati semua ini. Beri perhatian yang luas terhadap mereka.
Tentunya kita juga harus memberi teladan kepada mereka. Mereka akan merekam semua perbuatan kita. Cara-cara kita berbicara dengan orang tua kita yang sudah mulai pikun, cara kita mengurus orang tua kita di rumah. Cara kita mengajak orang tua kita check up di lab. Mereka juga merekam cara kita meneriakan ucapan kita ke orang tua kita yang mulai kurang pendengarannya, cara kita bersungut-sungut di belakang orang tua kita yang jadi cerewet luar biasa setelah sembuh dari stroke. Cara kita berkata: " Iya Maaaaaaaaaaaa. " ( dengan nada yang, Ah tentu saja Anda sendiri tau bagaimana biasanya kita mengucapkan kalimat ini saat berusaha menahan kekesalan kita! )
Kita gak tahu kelak, apakah anak-anak kita akan pinter dengan kita atau nggak. Memang, tentu kita selalu mendoakan dia supaya jadi orang, bukan jadi anak durhaka. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah dengan tidak menjadi orang tua yang durhaka. Dan tentu saja dengan memberi teladan kepada mereka, bagaimana caranya memperlakukan orang tua. Dengan mempraktekkannya kepada orang tua kita sendiri! Yang pasti, hukum tabur tuai juga berlaku di area ini!
Jumat, 03 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar