Minggu, 31 Agustus 2008

Adonan Roti di Bulan September

Bulan September! Ahh... Tak terasa sudah delapan bulan berlalu sejak tahun 2008 berjalan. Rasanya baru kemaren lusa saya merayakan pesta old & new bersama keluarga. Rasanya baru kemaren saya merayakan ulang tahunku. Rasanya baru kemaren saya merasakan suatu "sensasi" luar biasa persahabatan dalam Tuhan.

Sembilan bulan telah berlalu. Sembilan bulan kita sudah lebih tua daripada sebelumnya. Apakah kita juga sudah sembilan bulan lebih dewasa dalam hidup?

Bagi saya, jujur saja, bulan Agustus yang barusan lewat adalah bulan paling susah dalam tahun 2008 ini. Bulan di mana saya harus mengalami gesekan-gesekan hebat dengan sahabat saya, kerjaan yang seolah tidak ada habisnya, HP saya rusak, semua buku telepon hilang. Saya juga terpaksa harus merasakan hadirat Tuhan yang semakin menjauh, teguran dari sana sini, kritik pedas, tuntutan-tuntutan atas ketidakdewasaan saya. Satu bulan, selama bulan Agustus, cobaan tidak henti-hentinya datang.

Hari ini tepat tanggal 1 September. Hari yang baru, bulan yang baru. Tentunya dalam hati saya ada sebuah pengharapan yang baru: hari yang lebih baik. Cukuplah kesusahan selama sebulan. Saya mau mengawali awal bulan September ini dengan sesuatu yang baru, serba baru.

Suatu hari yang baru,
bulan yang baru,
pengharapan yang baru akan hari yang lebih baik,
semangat yang baru yang membuat apiku semakin berkobar,
jiwa yang baru yang semakin berapi-api,
hati yang baru yang semua akar kepahitan sudah tercabut bersih,
hubungan yang baru dengan Tuhan,
komitmen yang baru,
berkat yang baru,
pembelajaran yang baru,
dan

AKU yang baru.

Tuhan sungguh baik kepada saya. Lucu sekali tadi pagi ketika saya membaca firman, Tuhan langsung memberikan kepada saya sebuah pandangan yang juga baru.

1 Korintus 5 : 7-8

Tuhan membuang adonan lama dalam diriku yang sudah tercemar oleh ragi-ragi dunia dan menggantikannya dengan adonan roti yang baru. Adonan yang tanpa ragi sama sekali karena kita semua anak-anak Tuhan adalah adonan roti yang tidak beragi, sama seperti Kristus, tanpa cemar.

Pagi ini saya membuat beberapa komitmen yang akan kulakukan selama bulan September. Sebuah terobosan untuk membuang diriku yang lama (berikut semua 'kesialan' dan 'kefasikan'ku) dan biarkan Tuhan membuat adonan rotiku yang baru pada bulan September ini.

Jangan sia-siakan hidup Anda di tahun 2008 ini. Tidak banyak yang sudah saya kerjakan selama delapan bulan yang telah lewat ini. Lalu apakah ada gunanya bila kita terus menoleh ke belakang yang sudah lewat? Mendingan kita fokus ke sisa empat bulan ke depan untuk memberikan yang terbaik yang bisa kita berikan untuk Tuhan dan orang lain, bukan begitu sobat?

Jumat, 29 Agustus 2008

Kesaksian dari Seorang (ex)Sahabat

"... Saya juga pernah mengalami hal yang sama. Bedanya, kalo saya kena masalah dengan seorang sahabat lawan jenis. Anak itu namanya Jenny. Sudah dua tahun kami bersahabat. Kalo di kampus, sering duduk bareng. Kalo pas di kantin, selalu makan bersama, bercanda bersama. Pokoknya seru deh sama Jenny. Orangnya asyik, bisa diajak ngobrol apapun deh.

Pulang kuliah, dia biasanya saya bonceng sampai ke depan rumahnya. Kalo pagi-pagi pas nggak ada kerjaan, sms dia deh. Kadang-kadang cuma say hi aja. Rasanya tak lengkap kalau ada Jenny tapi aku tidak ada. Kalau aku sendirian pasti teman-temanku langsung nanya, 'Mana Jenny?'.

Keadaan berubah setelah dua tahun. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba saja si Jenny jadi cuek sama aku. Dia udah jarang balas smsku, udah nggak pernah kontak-kontak aku lagi. Kalo pas lagi kuajak ngobrol, dia selalu menjawab dengan sinis dan penuh sindiran. Padahal sama teman-teman lainnya dia biasa aja koq. Dia juga udah nggak pulang bareng aku lagi. Sekarang dia pulang sama temannya cewek yang lain. Terus dia juga nggak pernah ngajak aku ngobrol, jalan-jalan atau hang-out lagi.

Hey, aku bikin salah apa sama dia koq dia jadi begini? Aku tak habis pikir... Kalau memang aku salah ya ditegur atau diingatkan.

Aku mencoba mencari tahu. Selalu aku membuka pembicaraan dengannya, tetapi selalu ditutup dengan sinis olehnya. Aku mencoba mendekati dia lagi, tapi dia menjauh. Kadang-kadang aku belikan kue dan mengantar ke rumahnya, selalu pembantunya yang menerima dan bilang, 'Jenny-nya lagi keluar.'

Aku bingung. Suatu malam aku berdoa. Aku diberitahu sama Tuhan kalau memang itu maunya, ya lepaskan saja. Kalau memang ia ingin menjaga jarak silakan saja. Dan sepertinya aku juga sudah memberikan suatu 'harapan' yang salah kepadanya. Supaya aku tidak terlibat lebih jauh lagi maka hal yang harus terpaksa kulakukan adalah tega untuk menjaga jarak.

Yap, malam itu juga aku nelpon Jenny. Sebagai orang yang lebih dewasa, tentunya aku juga tak boleh seperti Jenny yang membalas cuek atau sinis. Aku meneleponnya. Lama tak diangkat, akhirnya dari seberang sana terdengar suara Jenny yang ketus dan terdengar marah.

Aku menarik napas panjang dan mengatakan kalo memang itu maunya untuk break, maka lebih baik sementara kita break. Saat itu kami memang belum pacaran. Kami cuma bersahabat. Dan aku juga tak menyinggung-nyinggung tentang sikapnya yang dingin padaku. Dia cuma menjawab, oke dan langsung menutup teleponnya.

Ah... lega rasanya! Seperti ada beban yang terlepas. Yap, untuk beberapa saat memang aku masih mengenang masa-masa bahagia kita bersama. Sakit sih... Perih kadang-kadang. Kenangan indah tak mudah dilupakan kan? Tetapi seiring waktu, aku mulai bisa melupakannya.

Satu semester berlalu. Sekarang aku sudah pacaran dengan seseorang. Lama tak mendengar kabarnya kangen juga. Dan hari itu, kebetulan sekali aku duduk satu bangku dengannya waktu kuliah. Canggung sih, seperti ada yang mengganjal di awal-awal obrolan kami. Tapi lama kelamaan mulai mencair dan seperti biasa lagi.

Tak ada pembicaraan khusus. Tetapi waktu pulang sampai di rumah, aku mendapati sepucuk surat diselipkan di map kuliahku. Dari Jenny.

Isinya, dia meminta maaf. Dia ingat semua perbuatannya di masa lalu. Dia pernah nyuekin aku, pernah mengacuhkanku, sinis kepadaku. Semuanya itu hanya menunjukkan betapa tidak dewasanya dia. Dan sekarang dia bertemu lagi denganku dan mengatakan kalau aku sudah banyak berubah. Lebih dewasa. Ia meminta maaf, lagi. Dan ingin hubungan kita kembali seperti dulu lagi... Dan ternyata dulu ia juga memendam perasaan suka kepadaku.

Lihat! Tuhan begitu ajaib menjadikan sebuah hubungan. Ia mendekatkan aku pada Jenny, Ia juga yang menjauhkannya karena sesuatu yang tidak beres.

Blogger terkasih, mungkin saat ini Anda terlibat suatu masalah yang serius dengan seseorang yang sangat dekat dengan Anda. Seseorang yang Anda cintai dan hormati dan kasihi tiba-tiba berbalik seolah menunjukkan sikap bermusuhan dengan Anda. Itu juga rencana Tuhan.

Tuhan saat ini sedang ingin menempa kedewasaan Anda menjadi lebih lagi. Pada ceritaku, Tuhan saat memisahkan aku dengan Jenny ingin membuatku lebih dewasa lagi. Tuhan juga hendak menyadarkan Jenny betapa tidak dewasanya ia.

Atau saat ini Andalah yang sedang dalam proses cuek dan dingin terhadap orang lain? Ingatlah ini bukan satu tindakan yang menunjukkan kematangan kita. Ini adalah tindakan paling childish yang pernah Anda lakukan. Jangan harapkan orang lain berubah tanpa Anda berubah lebih dulu.

Tuhan memberkati."

(thanks to Beldwin for sharing)

Dimurnikan Seperti Perak


Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak
(Maleakhi 3:3a)

Ayat ini sangat mengusik beberapa jemaat yang sedang mengadakan Penelaahan Alkitab, dan mereka bertanya-tanya apa maksud Firman Tuhan ini mengenai karakter dan sifat Allah.

Salah seorang anggota jemaat itu akhirnya menawarkan diri untuk mencari tahu proses pemurnian perak, dan akan menjelaskannya pada pertemuan Penelaahan Alkitab berikutnya.
Minggu itu, jemaat tersebut membuat perjanjian dengan seorang pengrajin perak untuk melihat bagaimana proses kerjanya saat memurnikan perak. Dia tidak menyebutkan sama sekali alasannya mengapa dia ingin mencari tahu proses pemurnian perak.

Dia menyaksikan pengrajin perak itu sedang memanaskan perak di atas api. Pengrajin itu menjelaskan bahwa ketika hendak memurnikan perak, dia harus menjaga agar perak itu tetap ada di tengah-tengah perapian dimana terdapat suhu yang paling panas, agar supaya perak itu dapat dimurnikan dari segala debu, batu, berbagai kekotoran yang melekat pada perak itu.

Jemaat itu kemudian membayangkan bagaimana Allah menjaga kita pada titik api yang terpanas, dan kemudian teringat kembali pada ayat yang mereka renungkan: "Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak". Kemudian dia bertanya kepada pengrajin perak itu apakah benar bahwa dia harus duduk di depan api sepanjang waktu hingga perak itu menjadi murni.

Pengrajin itu berkata ya, dia bukan hanya harus duduk menjaga perak itu, tetapi juga harus terus-menerus memperhatikan perak di atas api itu setiap saat. Jika terlambat diangkat sedikit saja, perak itu akan rusak.

Jemaat itu terdiam sebentar, dan kemudian bertanya, "Bagaimana anda tahu bahwa perak itu sudah benar-benar murni?"

Pengrajin itu tersenyum dan menjawab, "Oh, itu sangat mudah -- perak itu telah murni ketika saya bisa melihat wajah saya di dalamnya.

Jika hari ini engkau merasa sedang berada di tengah api yang panas, ingatlah bahwa Allah sedang memandang engkau, dan akan terus memandangmu hingga Dia dapat melihat WajahNya di dalam engkau.

Rabu, 27 Agustus 2008

Ilmu Pengetahuan & Allah

"Hari ini saya mau menjelaskan tentang rumusan masalah pada Yesus," seorang profesor atheis memulai kuliahnya. Dia berhenti sejenak sambil mencari-cari mahasiswa untuk ditanyai.

"Kamu orang Kristen?" tanyanya pada seorang mahasiswa baru.

"Betul, Pak."

"Jadi kamu percaya ada Tuhan?"

"Tentu saja."

"Apakah Tuhan itu baik?"

"Tentu!"

"Apakah Tuhan itu Maha Kuasa? Dia bisa melakukan semuanya?"

"Ya."

"Apakah kamu itu baik atau jahat?"

"Alkitab berkata semua manusia itu berdosa."

Profesor itu nyengir sambil berpikir dalam hatinya, "Aha! Alkitab!". Dia menimbang-nimbang sejenak.

"Begini, seandainya di dalam kelas ini ada seorang sakit dan kamu bisa menyembuhkannya. Apa yang akan kamu lakukan? Maukah kamu menyembuhkannya?"

"Aku akan mencoba menyembuhkannya."

"Jadi kamu itu orang baik."

"Saya tidak berkata demikian."

"Jangan berkata demikian. Kebanyakan manusia mau menyembuhkan dan menolong sesamanya bila mereka mampu. Tapi Tuhan tidak!"

Mahasiswa itu terdiam. Profesor itu melanjutkan lagi.

"Tuhan tidak melakukannya kan? Adik saya seorang Kristen, meninggal setahun lalu karena kanker. Meskipun ia setiap malam berdoa kepada yang namanya Yesus, ia tetap tidak disembuhkan. Jadi, apa Yesus ini orang baik?"

Kelas menjadi sunyi senyap.

"Tidak kan?" Profesor itu meneguk segelas air dan melanjutkan lagi. Kali ini ia menanyai mahasiswanya yang lain.

"Katakan, apakah Tuhan itu baik?"

"Er... ya"

"Kalau iblis?"

Tanpa ragu-ragu mahasiswa itu menjawab, "Tidak!"

"Jadi dari mana iblis yang tidak baik ini berasal?"

Mahasiswa itu menjawab dengan ragu-ragu, "Dari... Tuhan."

"Tepat sekali. Tuhan yang menciptakan iblis. Terus, adakah iblis di dunia ini?"

"Ada, pak."

"Benar. Iblis ada di mana-mana. Dan Tuhan pencipta segala sesuatu bukan?"

"Ya."

"Jadi Tuhanlah yang menciptakan iblis kan?"

Mahasiswa itu tertunduk tidak menjawab.

"Apakah di dunia ini ada kesakitan, penderitaan, kejahatan, kesengsaraan dan semua hal yang mengerikan?"

"Ya."

"Jadi siapa yang menciptakan semua itu?"

Mahasiswa itu diam tak menjawab.

"Katanya Tuhan yang menciptakan segalanya..." profesor itu terus menekan.

Kelas semakin sunyi.

Tiba-tiba profesor itu berjalan ke depan kelas dan menunjuk mahasiswa yang lain.

"Kamu," kata profesor itu, "apa kamu percaya Kristus?"

Mahasiswa itu tampak membantah dan menjawab dengan lantang, "Tentu saja!"

"Ilmu pengetahuan mengatakan kalau manusia punya lima panca indera untuk merasakan keadaan di sekelilingmu. Pernah lihat Yesus?"

"Tidak, pak. Belum pernah."

"Kalau mendengar Yesus ngomong secara langsung?"

"Belum."

"Pernahkah kamu menyentuh Yesus, mengecap Yesus, mencium baunya Yesus? Atau pernahkah kamu mempunyai persepsi sensorik terhadap Yesus atau Tuhan?"

"Tidak, pak."

"Menurut peraturan empiris yang berdasarkan pengamatan, penelitian dan observasi secara ilmu pengetahuan, kesimpulannya Tuhan itu tidak ada. Bagaimana menurutmu?"

"Saya percaya dengan iman, pak."

"Itu dia! Iman! Tidak ada bukti, itulah permasalahan utama ketuhanan dengan ilmu pengetahuan!" seru profesor itu.

Mahasiswa itu terdiam sejenak kemudia bertanya, "Pak, apakah bapak percaya kalau panas itu ada?"

"Ya," jawab profesor itu, "Panas itu ada."

"Kalau dingin?"

"Ada juga."

"Bapak salah. Dingin itu tidak ada."

Profesor itu menoleh dengan rasa tertarik pada mahasiswa itu. Seketika ruangan itu menjadi sunyi... lebih sunyi. Mahasiswa itu mulai menjelaskan.

"Kita bisa merasakan panas, setengah panas, suam-suam kuku, sangat panas, super panas dan puanaasss..., tapi tidak ada yang namanya 'dingin'. Kita bisa mencapai suhu minus 458 derajat di mana tidak ada 'panas' sama sekali. Kita tidak bisa lebih 'dingin' lagi pada suhu itu. Maksud saya, kata 'dingin' adalah kata untuk menjelaskan situasi di mana 'panas' tidak ada sama sekali. Panas bisa diukur karena panas adalah energi. 'Dingin' bukanlah kebalikan dari panas, melainkan kondisi di mana tidak ada 'energi panas' disebut 'dingin'."

Keheningan di ruangan itu bahkan sebuah bolpen jatuh pun terdengar seperti palu jatuh.

"Kalau 'kegelapan' pak? Adakah 'gelap' itu?"

"Ada," profesor itu menjawab, "kalau tidak ada gelap, lantas malam itu apa?"

"Bapak salah lagi. 'Gelap' itu tidak ada. 'Gelap' adalah ketiadaan dari 'terang'. Kita bisa merasakan samar-samar, terang, terang sekali, seterang kilat, sedangkan 'gelap' adalah situasi di mana tidak ada 'terang' sama sekali. Kita bisa membuat 'terang' yang lebih terang, tapi kita tidak bisa membuat 'gelap' lebih gelap lagi."

Profesor itu tersenyum dan berkata, "Jadi maksudnya?"

"Maksud saya ada kesalahan pada hipotesa premis bapak."

Profesor itu terkejut, "Bisa Anda jelaskan kenapa?"

"Bapak berpikir tentang hipotesa duality: kehidupan dan kematian, Tuhan yang baik dan Tuhan yang jahat. Bapak memandang Tuhan sebagai sebuah konsep keterbatasan, sesuatu yang bisa diukur manusia. Pak, bahkan ilmu pengetahuan pun tidak bisa kita pahami sepenuhnya. Siapa yang bisa menjelaskan tentang bagaimana bentuknya listrik dan suatu sifat kemagnetan, yang tidak pernah kelihatan wujudnya? Kehidupan dan kematian juga tidak bisa dilihat. Dan kematian bukan lawan kata dari kehidupan. Kematian adalah ketiadaan kehidupan pada suatu substansi.

"Dan profesor, apakah bapak mengajarkan manusia berevolusi dari kera?"

"Bila Anda membicarakan tentang proses evolusi, jawabannya ya."

"Apakah Anda pernah meneliti atau melihat dengan mata kepala sendiri proses evolusi itu?"

Profesor itu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Karena tidak ada seorang pun yang melihat dengan mata kepalanya sendiri akan proses evolusi ini, atau bahkan membuktikannya, bukankah bapak sendiri mengajarkan tentang opini dan pemikiran bapak sendiri tentang evolusi ini? Bukankah bapak lebih mirip sebagai seorang pendeta daripada seorang ilmuwan?"

Suasana kelas menjadi lebih tegang.

"Menanggapi pertanyaan bapak tadi, boleh saya memberi contoh?"

Profesor itu mengangguk.

Mahasiswa itu memandang ke penjuru kelas dan dengan suara lantang bertanya pada teman-temannya, "Adakah seseorang di kelas ini yang pernah melihat otak profesor ini?"

Seluruh kelas tertawa, tapi menjadi tenang kembali.

"Adakah seseorang di kelas ini yang pernah mendengar otak profesor, mencium otak profesor, menyentuh atau merasakan otak profesor? Tidak ada yang pernah! Jadi menurut peraturan empiris yang berdasarkan pengamatan, penelitian dan observasi secara ilmu pengetahuan, saya berkesimpulan kalau profesor (maaf) tidak punya otak. Jadi kalau secara ilmu pengetahuan mengatakan bapak tidak punya otak, bagaimana kami sebagai mahasiswamu bisa percaya dengan apa yang bapak ajarkan?"

Kelas menjadi sunyi dan tegang lagi. Profesor itu hanya memandang mahasiswa itu dengan wajah yang sangat sulit ditebak.

Setelah beberapa saat, profesor itu menjawab, "Saya rasa kalian semua harus menerimanya dengan iman."

Selasa, 26 Agustus 2008

Penonton Utama

Matius 6 : 1-4
"... Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu..."

Blogger terkasih, apakah Anda sering memberikan sesuatu dengan pamrih? Apakah Anda suka memberikan sesuatu kepada orang lain hanya untuk dipuji orang? Apakah Anda memberikan sesuatu kepada orang lain hanya untuk mendapatkan penghargaan?

Ayat bacaan kita hari ini Matius 6 : 1-4 mengajarkan banyak hal.

Pada ayat 1 tertulis supaya kita tidak melakukan kewajiban agama kita supaya dilihat orang lain. Lalu apa kewajiban kita sebagai orang Kristen?

"Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati dan jiwamu, dan kasihi sesamamu seperti engkau mengasihi dirimu sendiri," itu tugas orang Kristen. Alkitab mengajarkan, apabila kita sungguh-sungguh mencintai orang itu, tunjukkan kasih kita dengan wajar, bukan dibuat-buat supaya dipuji orang lain.


Pada ayat 2 juga ditulis hal memberi persembahan dan sedekah. Kita memberikan suatu persembahan bukan untuk dilihat orang lain. Misalnya kita menyumbang ke panti asuhan, tujuan kita bukan untuk meningkatkan popularitas kita, bukan semata-mata supaya dilihat orang. Lantas, apa kita harus melakukannya diam-diam?

Mungkin sebaiknya ditegaskan lagi melakukan sesuatu bukan dengan diam-diam seperti maling, tetapi lebih ke SIKAP HATI kita. Apa yang menjadi motivasi kita dalam memberi? Apakah untuk mencari popularitas? Ataukah kita sungguh-sungguh ingin mengasihi orang-orang tersebut? Semuanya kembali lagi ke sikap hati kita masing-masing.

Ayat 3 menegaskan lagi pentingnya sikap hati kita ketika memberikan sesuatu kepada orang lain. (Sekali lagi) bukan untuk dipuji-puji dan mencari popularitas! Bila kita berdoa orang lain, biarlah "rahasia" doa kita hanya antara diri kita sendiri dan Tuhan, tidak perlu digembar-gemborkan ke orang tersebut untuk mencari muka ataupun mengatakannya kepada siapapun supaya dicap baik. Semua penilaian manusia adalah fana, sobat!

Ayat 4, Allah akan membalaskannya kepada kita setiap kebaikan-kebaikan kita selama sikap hati kita benar. Hal ini penting sekali: Sikap hati. Jangan sampai kita berbuat baik kalau ada maunya, dan di belakang kita menjelek-jelekkan orang tersebut. Apabila kita telah berbuat kebaikan, biarlah hal tersebut menjadi rahasia antara Anda dan Tuhan saja. Tidak perlu dipamer-pamerkan ke orang lain untuk mencari popularitas. Biarlah Tuhan sebagai penonton utama lah yang disuguhkan sajian terbaik dari sikap hati kita. Biarlah Tuhan yang menilai performa kita dan memberikan kita "tips" yang sepadan dengan apa yang kita berikan untuk orang lain.

Tuhan memberkati.

Senin, 25 Agustus 2008

5 Menit Lagi

Suatu sore yang cerah di sebuah taman bermain, seorang ibu duduk di sebelah seorang pria setengah baya. Kedua orang itu sedang mengawasi anak mereka masing-masing yang sedang asyik bermain.

"Itu putriku yang sedang naik sepeda itu, di sebelah sana..." kata bapak itu.

"Oh anak perempuan yang cantik," kata ibu di sebelahnya, "itu putraku di sebelah sana. Sedang bermain sepak bola," ujarnya sambil menunjuk seorang anak laki-laki yang memakai sweater warna merah.

Setelah beberapa saat mengobrol dengan ibu itu, bapak itu memanggil putrinya, "Melissa, sudah mau pulang? Ini sudah sore..."

"Lima menit lagi yah..." seru putri bapak itu dan ia kembali melanjutkan bermainnya dengan riang.

Ayahnya mengangguk dan membiarkan putrinya bermain beberapa saat lagi. Sepuluh menit kemudian bapak itu memanggil putrinya lagi, "Melissa, sudah mau pulang?"

"Lima menit lagi yahh... Plissss..." seru anak perempuan itu dengan senyum kecilnya.

Ayahnya mengangguk sambil melempar senyum kepada putrinya.

"Ya ampun, Anda benar-benar seorang ayah yang sabar..." kata ibu yang duduk di sebelahnya.

Bapak itu tersenyum dan berkata, "Kakaknya, Tommy, meninggal setahun yang lalu, tertabrak oleh supir mabuk. Dulu saya terlalu sibuk bekerja sehingga tidak punya banyak waktu dengannya. Sekarang saya akan mengorbankan apa saja hanya untuk lima menit lagi dengan Melissa. Saya berjanji dengan diriku sendiri saya tidak boleh lagi melakukan kesalahan yang sama pada Melissa.

"Bagi Melissa, dia mempunyai waktu lima menit lagi untuk bermain. Tetapi bagi saya, saya mempunyai waktu lima menit lagi untuk melihat dia tersenyum."

Hidup adalah tentang prioritas kita. Apa yang menjadi prioritas dalam hidup kita? Lima menit lagi untuk pekerjaan? Pelayanan? Ataukah kita memprioritaskan lima menit lagi untuk duduk di kaki Tuhan mendengarkan kata-kataNya? Lima menit lagi untuk mencintai orang lain? Lima menit lagi untuk menunjukkan cinta kasih kita kepada sesama?

Mulailah menyisihkan "lima menit lagi" untuk Tuhan, untuk menunjukkan cinta kasih kita kepada saudara dan sahabat kita, dan lima menit lagi untuk memaafkan orang lain. Tuhan memberkati.

Stop complaining!!

Pernahkah Anda merasa bahwa Anda telah melakukan suatu kebiasaan yang sangat kecil namun berdampak besar pada kehidupan sosial Anda?

Well, saya pernah. Dan kebiasaan yang sangat tak termaafkan ini kulakukan berulang-ulang kali. Lagi dan lagi.

Saya adalah seorang gadis berusia dua puluh tahunan dan bekerja sebagai seorang aktivis di gereja. Setiap hari saya bekerja sebagai seorang penanggung jawab di bagian
sound pada saat kebaktian sedang berlangsung. Hampir setiap minggu saya bertugas pada setiap kebaktian dan mendengarkan setiap dari pembagian firman Tuhan.

Namun saya mempunyai satu kebiasaan buruk. Kebiasaan ini sangat menggangguku dan (tentu saja) sangat mengganggu orang lain. Kebiasaanku ini seringkali menjauhkan saya dari Tuhan. Kebiasaan itu bernama "suka mengkritik".

Kebiasaan itu membuat saya tak pernah puas dengan seseorang. Dan yang sering menjadi korbannya adalah keluarga saya dan sahabat saya. Setiap kali ada sesuatu yang tidak kusukai dari mereka, saya langsung menghujani mereka dengan kritikan-kritikan pedas atau sindiran-sindiran. Meskipun saya menahannya, tapi selalu ada satu godaan untuk memulai suatu "kritik" bagi mereka. Mulanya keluarga dan sahabat saya menganggap itu sesuatu hal yang pantas dijadikan masukan. Tapi lama kelamaan saya mulai merasakan efek "annoyance" dari sikapku ini.

Saya mulai dijauhi oleh saudara-saudara dan sahabat-sahabat saya. Mereka tampak "terganggu" setiap kali saya mulai berbicara. Mereka tidak senang setiap kali saya menumpahkan unek-unek saya (ya iyalah, siapa yang suka dikritik setiap hari?). Mungkin di dalam pikiran mereka saya dianggap sok pintar, terlalu menggurui atau bahkan terlalu sombong.

Lambat laun, satu per satu sahabat saya meninggalkan saya. Mereka mulai jemu. Mereka mulai malas berkawan denganku. Menurut mereka saya hanyalah seorang perusak suasana. Mereka merasa saya hanya seorang yang hanya menuntut dan menuntut mereka untuk menjadi lebih baik.

Blogger terkasih, apa yang bisa didapatkan dari kesaksian singkat di atas? Suatu kesalahan kecil yang tak termaafkan bahkan saking kecilnya kita tidak menyadari kita telah menumpuk satu kepahitan dalam diri keluarga dan teman-teman kita. Kebiasaan itu bernama "suka menuntut". Yup, sering tidak kita sadari kita sendiri suka menuntut orang lain untuk berubah sesuai standar kita sedangkan kita sendiri tidak mengubah diri kita.

Memang kebiasaan itu sangat kecil sekali. Tapi ingatlah satu paku kecil saja bisa bikin sakit kalau terinjak. Kebiasaan itu bila dilakukan berulang kali akan membuat orang lain malas berkawan dengan kita.

Padahal kalau kita tilik lagi kisah di atas, tokoh "saya" adalah seseorang yang sering mendengarkan firman Tuhan, rajin pelayanan dan di mana seharusnya ia menjadi contoh bagi orang lain. Kenyataannya, apakah ia orang yang disukai?

Blogger terkasih, hilangkan kebiasaan buruk Anda yang satu ini yang bisa menjadi akar kepahitan dalam diri orang lain. Berhentilah menuntut dari orang lain. Ubah diri Anda terlebih dahulu. Daripada melempar kritik, lebih baik memberikan pujian kepada orang lain. Kritik memang kecil, tapi bila dilakukan terus menerus akan menyakiti hati orang lain.

Seorang manajer perusahaan bisa dilengserkan dari jabatannya hanya karena ia terlalu sering menuntut anak buahnya untuk memberikan yang terbaik. Hampir ia tak pernah memuji. Setiap ada hal baik yang dilakukan bawahannya, ia selalu menanggapinya dengan sinis. Dan itulah yang menjadikannya cepat turun pangkat. Para karyawan di bawahnya tidak suka dengan kinerjanya.

So, blogger terkasih, lontarkan pujian kepada seseorang dengan tulus bila ia menyelesaikan sesuatu dengan baik. Kalau pun ternyata masih ada yang kurang, berikan pujian yang tulus dan masukan-masukan yang membangun. Bukan dengan kritikan dan kata-kata pedas.

Tuhan memberkati...

Jumat, 22 Agustus 2008

Dongeng: Kucing & Harimau

Waktu kecil ada satu dongeng dari China yang sangat menarik perhatianku. Ceritanya tentang mengapa kucing dan harimau bermusuhan sampai hari ini meskipun mereka berasal dari rumpun yang sama. Ceritanya sebagai berikut:

Alkisah, dulu kucing dan harimau bersahabat baik. Ke mana-mana selalu pergi bersama dan selalu berburu bersama. Waktu itu, kucing masih belum bisa berburu. Sehingga setiap kali makan harimau selalu membagi buruannya kepada kucing. Apabila bertemu dengan musuh, yang bisa dilakukan kucing hanya memanjat pohon dan setelah harimau mengusir musuh tersebut baru si kucing turun.

Bosan dengan keadaan seperti ini, suatu hari kucing berkata pada harimau, "Mau, tolong donk ajari aku berburu dan menangkap mangsa. Aku benci banget sama tikus. Tapi tikus terlalu licin untuk kutangkap. Kamu kan tahu sendiri kalau aku tak bisa berburu..."

Harimau berpikir sebentar lalu menjawab, "Baik. Sebagai gantinya kamu harus mengajari aku memanjat pohon ya. Kamu kan tahu aku tak bisa naek pohon..."

"Sepakat!" jawab kucing.

Akhirnya si harimau mengajari kucing untuk berburu. Mulai dari jurus menerkam, jurus mencabik-cabik hingga jurus cakar kucing yang tersohor itu ^^. Setelah latihan beberapa bulan akhirnya si kucing bisa berburu sendiri.

Tiba waktunya sekarang kucing untuk mengajari harimau memanjat pohon. Tiba-tiba si kucing berpikir dalam hatinya, "Wah, kalau nanti aku mengajari si harimau naek pohon, bisa-bisa aku dikalahkan sama dia nanti. Dia udah besar, gagah, pinter berburu... Kalau nanti aku ngajari dia bisa-bisa pamorku jatuh ini..."

Akhirnya si kucing memutuskan untuk menolak permintaan harimau. Mulanya ia ingin berbicara baik-baik dengan harimau, tapi si harimau (tentu saja) marah...

"Kucing pengkhianat! Kamu sudah kuajari seni berburu sekarang kamu mau mangkir???" bentak harimau. Ia langsung mengejar kucing tersebut.

Kucing lari terbirit-birit dan langsung naik ke pohon yang sangat tinggi. Harimau yang tidak bisa naik pohon terpaksa hanya bisa mengaum dan membentak dari bawah. Itulah mengapa hingga saat ini ketika kucing buang kotoran selalu menggali lubang terlebih dulu, lalu menimbun kotorannya dengan tanah atau pasir. Itu karena si kucing takut harimau mencium jejaknya dan memburunya.

Blogger terkasih, apakah saat ini Anda menjadi kucing itu? Anda terlalu takut untuk mengajari orang lain, teman atau bawahan Anda karena Anda takut suatu hari teman atau bawahan Anda akan melampaui Anda.

Apakah Anda takut kalau suatu hari bawahan Anda akan merebut posisi Anda setelah merasa mampu?

Suatu hari datang seorang teman kepadaku memintaku untuk mengajarinya program latihan fitness untuk pembentukan tubuh. Teman saya itu memiliki postur tubuh yang bagus (sedangkan saya hanya bermodalkan pengetahuan yang sedikit di atas daripada dia). Apakah saya takut kalau suatu hari teman saya akan melampaui aku?

Perasaan intimidasi iblis itu pasti ada. Jujur, saya sempat terintimidasi. Tetapi suatu hari ada suara Tuhan yang mengatakan kepadaku untuk jangan takut. Berikan apa yang ada padaku yang terbaik kepada temanku itu. Kalau ia bisa menjadi lebih baik, maka saya juga bisa lebih baik. Dan buktinya, sekarang teman saya memang memiliki postur tubuh lebih baik daripada saya. Dan apakah saya kecewa? Tidak! Saya justru senang karena pada akhirnya saya bisa berguna dalam suatu hal dan menjadi berkat untuk seseorang.

Blogger terkasih, jangan pernah takut untuk membagi ilmu kepada orang lain. Jangan pernah takut untuk memberi yang terbaik kepada orang lain. Tuhan telah memberikan kepada kita anugerah-anugerah yang merupakan kelebihan kita. Toh kita juga tidak akan kehilangan apa-apa kalau kita mengajari mereka. Pengetahuan bukan barang fana, yang bisa habis kalau dibagi-bagikan. Sebaliknya pengetahuan kita akan terus bertambah apabila kita mengajari orang lain. Tuhan memberkati!!

Kamis, 21 Agustus 2008

Terapung

Di tahun 1982, Steven Callahan menyeberangi Samudera Atlantik seorang diri. Kapalnya menabrak karang dan tenggelam. Ia sendiri selamat di atas sebuah sekoci penyelamat. Persediaannya hampir tidak ada, kesempatan hidupnya sangat kecil. Meskipun demikian, tiga orang nelayan menemukan Steven dalam keadaan selamat setelah tujuh puluh enam hari kemudian! Dia masih hidup, meskipun keadaannya saat itu sangat mengenaskan.

Kisah yang dituturkannya sangat luar biasa. Bagaimana caranya ia menangkap ikan, mengolah air minum dan tahan dari sengatan matahari sangat menakjubkan!

Tetapi satu hal yang saya pribadi paling salut tentang orang ini adalah bagaimana ia dapat tetap bertahan meskipun kelihatannya semua harapan itu telah sirna, ketika bahkan di titik dia sudah tidak mungkin lagi berdiri, ketika ia sangat menderita, ketika ia mencoba memperbaiki sekocinya yang rusak setelah seminggu terapung-apung. Dia kelaparan, haus dan panas terbakar matahari, dehidrasi, dan menyerah adalah satu-satunya pilihan yang paling masuk akal saat itu.

Orang-orang yang selamat dari kondisi ini adalah orang-orang yang terus memaksa otaknya untuk berpikiran positif dan terus memberi semangat pada dirinya sendiri supaya selamat. Kebanyakan orang akan menyerah bahkan menjadi gila bila berada di posisi Steven saat itu. Ada sesuatu yang dilakukan oleh Steven pada otaknya yang terus memacu semangatnya untuk tetap hidup.

"Saya memberi tahu pada diriku sendiri saya bisa menanganinya," tulis Steven, "dibandingkan dengan apa yang kualami, saya sungguh beruntung. Saya terus memberi semangat pada diriku sendiri seperti ini berulang-ulang..."

Saya berhenti pada kata-kata ini ketika saya membaca tulisan Steven. Sesuatu yang penting. Dan saya terus memberi semangat pada diri saya berulang-ulang ketika tujuan hidup saya mulai hilang atau rencana saya tidak berjalan dengan semestinya. Dan setiap kali saya melakukannya, saya mulai merasakan semangat itu muncul kembali.

Pada kenyataannya, situasi kita terlihat lebih buruk bila dibandingkan dengan sesuatu yang lebih baik. Tetapi di luar sana ada yang lebih buruk daripada itu. Jadi, apapun yang Anda hadapi sekarang, teruslah memberi semangat pada diri Anda kalau Anda bisa melakukannya. Bandingkan dengan kemalangan yang orang lain alami, maka kita akan merasa kita lebih beruntung. Katakan semangat pada diri Anda berulang-ulang, maka Anda akan mendapatkan kekuatan itu kembali. Tuhan memberkati.

Rabu, 20 Agustus 2008

Pria Sejati

Menjadi laki-laki adalah masalah kelahiran, tetapi menjadi pria sejati adalah masalah pilihan.

Sobat J-Ins, apa sih yang ada di benak Anda ketika membaca quotation di atas? Tentu Anda bertanya-tanya apakah Anda sudah menjadi seorang pria atau masih seorang cowok? Setiap orang punya pandangan yang berbeda-beda tentang kesejatian seorang pria. Ada yang mengatakan seorang pria dapat disebut sejati apabila ia dapat menaklukkan hati setiap wanita. Ada yang mengatakan kalau mempunyai tubuh berotot dan perut sixpack baru disebut pria. Ada pula yang mengatakan seorang pria itu sejati kalau ia suka bermain bola, merokok, minum dan sebagainya dan sebagainya dan sebagainya.

Lalu, sebenarnya apakah yang menjadi tolak ukur dari kesejatian seorang pria?

Menurut saya, seorang pria sejati tidak diukur dari seberapa jantan ia di tempat tidur, seberapa macho ia dalam berkelahi, seberapa hebat ia dalam menaklukkan wanita. Kesejatian seorang pria juga sebenarnya tidak diukur dari kekuatan fisik ataupun kemahirannya dalam bermain bola atau gulat. Kalau seorang pintar bermain bola dan yang lain tidak, maka yang pintar itu disebut pria dan yang tidak pintar bukan pria? Sama sekali tidak!!

Masih banyak hal yang menunjukkan kesejatian seorang pria. Di antaranya:

1. Pengambilan keputusan (Kejadian 1 : 26)

Seorang pria adalah kepala dan pemimpin. Bisa pemimpin dalam gereja, dalam keluarga, dalam pekerjaan. Salah satu hal terberat dari seorang pemimpin ialah pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil bisa berujung hasil yang baik apabila pola pikirnya benar, dan bisa juga berujung kehancuran apabila dilakukan dengan sembrono.

Seorang pria sejati tahu keputusan yang akan dia ambil, keputusan terbaik yang bukan untuk kepentingannya sendiri melainkan untuk orang lain. Seorang pria tahu cara menjadi pemimpin yang baik yang bisa mengarahkan 'tim' yang dipimpinnya untuk mencapai hasil akhir yang terbaik, bahkan terkadang ia sendiri harus menanggung rugi untuk keberhasilan 'tim'nya.

Sedangkan seorang cowok hanya mengambil keputusan menurut keinginannya sendiri tanpa mempertimbangkan masak-masak arah ke depannya. Biasanya keputusan yang diambil hanya untuk mengenyangkan perut sendiri dan memuaskan egonya tanpa mempertimbangkan orang lain.

2. Penyelesaian masalah

Seorang cowok selalu merasa kalau apa-apa bisa diselesaikan dengan otot. Disindir sedikit urat syaraf menegang, ingin meninju dan suka ribut. Sedikit-sedikit main pukul... Pokoknya emosi dan kekuatan otot yang dipamerkan dulu.

Sedangkan Pria sejati jarang mau berdebat dan berselisih paham. Seorang pria sejati selalu mengambil waktu tenang sejenak sebelum bertindak. Ia selalu berpikir, baru bertindak. Pria sejati tahu cara menggunakan otaknya untuk menyelesaikan masalah, ditambah otot kalau perlu.

3. Tanggung jawab

Tidak selamanya manusia itu sempurna. Ada kalanya ia jatuh juga. Ada kalanya ia salah mengambil keputusan. Bedanya cowok dengan pria, kalau cowok lebih cenderung mengganggap seolah tidak terjadi apa-apa atau bahkan (lebih parah lagi) melarikan diri. Tanggung jawab? No way!! Sedangkan kalau pria selalu menghadapi setiap konsekuensi dari setiap perbuatan yang ia lakukan. Ia rela menanggung setiap kesalahan yang ia perbuat berikut semua konsekuensinya. Setelah menyelesaikan semuanya, ia akan meminta maaf dengan jantan dan berharap akan kesempatan kedua untuk melakukan yang lebih baik. Pria sejati juga tahu cara memulihkan kepercayaan orang lain kembali.

And now, how man are you?

Sedari kecil saya tidak suka bermain bola. Menontonnya pun malas. Hingga sekarang saya juga tetap tidak suka. Saya masih tetap menyukai hal-hal berbau seni dan artistik. Lalu apakah itu mengurangi kelaki-lakian saya? Tidak! Saya memang bukanlah pria sejati saat ini (setidaknya, belum). Saat ini saya adalah seorang cowok yang sedang belajar menjadi seorang pria sejati. Saya sadar masih banyak hal-hal penting lainnya yang vital dalam "kelaki-lakian" saya seperti pengambilan keputusan, penyelesaian masalah dan tanggung jawab. Inilah arti pria sejati sesungguhnya.

Banyak-banyaklah belajar dari figur pria sejati di sekeliling Anda. Bisa teman Anda, atasan Anda, saudara, pemimpin, atau siapapun. Saya sendiri mempunyai banyak figur-figur pria sejati di sekitar saya: sahabat saya, atasan saya, ayah saya... Tetapi figur pria yang paling sejati bagi saya tentu saja Papa JC yang menurut saya sangat luar biasa: mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan kita semua dari maut.

So, are you man enough?

Selasa, 19 Agustus 2008

Small Action Can Change Somebody's World (2)

Cerita ini diawali saat teman saya dan rekan bisnisnya pergi makan siang di sebuah warung bakso yang cukup terkenal di Yogyakarta. Mereka duduk di salah satu meja panjang baris kedua dari kasir yang dapat menampung sepuluh orang bila duduk mengengelilingi meja. Tempat duduk di meja tersebut sudah terisi tujuh orang pembeli, teman saya dan rekan bisnisnya serta lima orang pembeli lainnya.

Di tengah keasyikan menikmati bakso, tiba-tiba datang satu keluarga yang duduk diantara tempat duduk yang tersisa di meja mereka. Keluarga tersebut adalah sepasang suami istri yang masih muda dan seorang anaknya yang berusia kurang lebih lima tahun. Dilihat dari penampilan luar mereka yang sedikit bau dengan baju yang agak kusam, dapat disimpulkan kalau keluarga tersebut adalah keluarga yang sangat sederhana, belum lagi kebiasaan anaknya yang menarik ingusnya keluar masuk seperti angka sebelas dan terkadang seperti angka satu dengan warna kuning agak kehijauan membuktikan anak tersebut baru sembuh dari suatu penyakit. Dengan penuh kasih dan sayang ibunya menyeka setiap ingus yang keluar dari hidung anaknya.

Sinar bahagia terpancar dari wajah keluarga itu saat bakso pesanannya datang komplit dengan minuman. Keluarga itu melahap setiap sendok dari mangkok bakso yang ada seakan-akan setiap sendokan sungguh-sungguh memaknai sebuah perayaan akan momen yang sangat berarti dalam keluarga itu. Berbeda dengan teman saya dan lima orang pembeli lainnya (kecuali rekan bisnis teman saya). Bagi mereka keadaan tersebut merupakan penyiksaan. Bayangkan saja, bagaimana rasanya makan bakso dengan mencium bau badan yang tidak enak, serta melihat dan mendengar ingus yang ditarik keluar masuk yang sesekali dibersihkan oleh ibunya.

Setiap kali memakan bakso sambil meminum kuahnya, rasanya seperti ingus telah tercampur dengan makanan dan membuat selera makan hilang. Wajar bila kemudian lima orang pembeli yang duduk semeja tadi meninggalkan satu persatu tanpa menghabiskan baksonya.

Ada rasa kepahitan yang terpancar diwajah keluarga itu, seperti rasa rendah diri melihat sikap lima pembeli lainnya. Untung tidak berlangsung lama, saat mereka melihat teman saya dan rekannya, keceriaan mereka pulih kembali. Rekan bisnis teman saya tetap menikmati bakso dengan segala kecuekannya. Seolah-olah tidak ada bau disekitarnya dan tidak ada suara ingus yang didengar. Teman saya tidak bisa berbuat banyak selain belajar cuek dan menghabiskan sisa baksonya. Lagi pula teman sayalah yang ditraktir makan sehingga tidak berhak mengajukan hal-hal yang tidak sopan. Selesai makan, teman saya dan rekannya masih duduk tiga puluh menit. Teman saya heran dengan tingkah rekannya yang diluar kebiasaannya, karena biasanya setelah makan hanya duduk paling lama sepuluh menit.

Saat teman saya dan rekan bisnisnya keluar meninggalkan warung bakso dan keluarga itu, dalam perjalanan pulang, rekannya mengatakan ia sangat terganggu duduk di samping keluarga tersebut. Ia merasakan bau dan terganggu dengan suara ingus anak itu. Ia merasakan tepat seperti yang teman saya rasakan. Tetapi jika ia meninggalkan keluarga tersebut di tengah kegembiraan mereka, keluarga itu akan merasa terpukul, tidak berharga, terasing dan putus asa. Sebagai kepala keluarga, suami itu sedang memberi yang terbaik untuk keluarganya. Mereka bersukacita merayakan sebuah momen yang berharga bagi mereka. Suami itu telah mengeluarkan uang dari hasil kerja kerasnya hanya untuk semangkok bakso yang bagi ekonomi keluarga itu cukup mahal.

Teman saya sangat terkejut mendengar penuturan rekannya. Dan tidak menyangka rekannya telah melakukan sesuatu yang luar biasa bagi keluarga itu. Dengan caranya yang khas, bertahan makan bakso sampai habis dan menunggu tiga puluh menit setelah makan, ternyata telah memberi semangat baru bagi keluarga itu.

Mendengar cerita itu saya berusaha membayangkan bagaimana rasa kepahitan, rendah diri dan terasing di wajah kedua suami istri ketika melihat pembeli yang lain meninggalkan meja tanpa menghabiskan makanannya, dan bagaimana pasangan ini kembali ceria saat melihat sikap rekan bisnis teman saya yang cuek.

Inilah mengasihi sesama dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi yaitu bagaimana mengasihi sesama dapat diwujudkan tanpa perkataan dalam waktu yang singkat. Cukup dengan meneruskan makan bakso sampai habis, masa bodoh dengan sikap orang lain yang tidak terpuji. Menunggu tiga puluh menit setelah selesai makan dan terakhir menahan rasa bau untuk menyempurnakan segalanya telah menunjukkan suatu keajaiban kasih yang dilakukan oleh seorang teman.

Mengasihi sesama merupakan pekerjaan yang harus dilakukan setiap hari. Seulas senyum, menahan perkataan yang dapat melukai orang lain, menahan rasa bau atau jijik, suatu lelucon, persahabatan yang akrab, memaafkan sesama, menolong yang kesulitan merupakan ungkapan kasih yang layak dilakukan. Kekuatan kasih terletak bagaimana melakukan kasih bukan meng-imani saja. Yang pasti bisa dilakukan dengan atau tanpa perkataan. Pasti tantangannya berat tetapi baik untuk pertumbuhan karakter. (Galatia 5:22-23).

sumber: www.ronnyarya.co.cc

Senin, 18 Agustus 2008

Small Action Can Change Somebody's World (1)

Maybe you are only someone in this world, but for someone, maybe you are his/her world.

Aku bernama Jake. Perawakanku kurus dan tidak menarik. Sejak kecil aku selalu menjadi bulan-bulanan kejahilan teman-temanku di sekolah. Setiap jam istirahat aku selalu diganggu. Untuk pelajaran sekolah pun aku tidak begitu mampu. Kebiasaan seperti ini sudah kualami sejak duduk di bangku SD sampai SMA. Seolah-olah teman-temanku hanya menganggapku objek keisengan mereka.

Masuk universitas, aku diterima di salah satu universitas nasional. Di sana, aku termasuk golongan minoritas. Maklum, itu adalah universitas untuk mayoritas golongan kulit hitam. Tak banyak teman juga. Hanya sekedar mengobrol dan berbicara kalau ada perlu.

Aku kesepian sekali... Sangat kesepian. Seolah tidak ada seseorang yang memperhatikanku.

Suatu hari ketika dalam perjalanan pulang dari kampus (biasanya aku naik kereta bawah tanah), aku duduk di sebelah seorang pemuda yang seusiaku. Kami mengobrol lama, dan saling berkenalan satu sama lain. Namanya Rommy. Mulanya kami hanya mengobrol tentang cuaca dan masalah sosial. Ternyata orangnya asyik juga diajak mengobrol.

Hari demi hari berikutnya setiap aku pulang kuliah selalu bertemu dengannya di gerbong kereta. Lama kelamaan kami pun berteman baik. Kami mulai saling menceritakan pengalaman hidup kami satu sama lain. Kami mulai berbagi cerita-cerita yang membangun. Kami mulai bersahabat.

Rommy adalah seorang pemuda yang luar biasa bagiku. Di usianya yang semuda ini ia sudah menjabat sebagai seorang manajer di sebuah perusahaan kecil. Pemasukan minimalnya lima kali lipat dibandingkan dengan uang sakuku per bulannya. Wow...

Kami mulai bersahabat. Ke mana-mana selalu bersama-sama. Di hari ulang tahunnya, kuberi ia kejutan kecil dengan mengumpulkan teman-temannya. Di hari ulang tahunku, ia membuat sebuah pesta
surprise yang luar biasa. Semenjak aku bertemu dengan Romy, aku merasa duniaku kembali hidup lagi. Akhirnya aku memiliki seseorang yang memperhatikanku dan memperdulikanku. Akhirnya aku mempunyai seorang sahabat!

Suatu hari aku kemping di luar kota bersama Romy. Kami menyetir mobil dan tiba di bumi perkemahan pukul tiga pagi. Capek di perjalanan. Tanpa pikir panjang kami mendirikan kemah dan langsung berbaring untuk tidur. Cuaca pagi di pegunungan dingin sekali. Tanpa pikir panjang, dengan tubuh lelah dan capek, saya langsung memejamkan mata.

Saat saya baru saja mau terbang ke alam mimpi, tiba-tiba aku merasakan ada seseorang yang menyelimuti tubuh saya dengan selimut. Setahuku, selimut yang dibawa hanya ada satu. Dan sekarang Rommy memberikannya kepadaku. Aku membuka mataku sedikit, mengintip. Rommy tidur hanya mengenakan jaket dan celana panjang!! Padahal cuaca di luar sana sangat dingin!!

Malam hari itu, aku menangis terharu dalam hati. Selama usia hidupku aku belum pernah mengenal seseorang yang seperti Rommy. Inilah pertama kalinya dalam hidupku aku mengenal seseorang yang begitu memperhatikanku.. Inilah pertama kalinya aku merasakan kasih sayang seorang kakak. Dan inilah pertama kalinya aku menyadari adanya seorang sahabat sejati dalam hidupku.

Dan karena tindakannya yang sederhana itu, malam hari itu berkomitmen, aku akan memberikan semuanya yang terbaik, bahkan aku rela berkorban nyawa untuk Rommy, seorang sahabat yang sangat mengasihi aku dan seseorang yang benar-benar menganggapku teman.

(bersambung)

Blogger yang terkasih, sebuah tindakan kecilmu akan bisa mengubahkan dunia seseorang. Sebuah tindakan kecil dari Rommy yang hanya memberikan selimutnya kepada Jake membuat Jake merasa dirinya berharga dan mempunyai seorang sahabat dalam hidupnya. Padahal Jake sebelumnya adalah seorang pemuda dengan rasa percaya diri rendah dan hampir-hampir tidak punya teman. Dengan sebuah tindakan kecil dari Rommy, Jake merasa bergairah kembali.

Blogger terkasih, tindakan kecil Anda apakah yang bisa mengubahkan dunia seseorang? Apakah Anda sudah memberikan tindakan kecil yang positif terhadap seseorang hari ini? Menyalakan komputer untuk teman seruangan Anda yang sedang hamil bisa menjadi sebuah tindakan kecil. Mengambilkan sapu tangan yang terjatuh untuk seorang teman juga bisa.

Jadi, keluar sekarang dan mulai memberikan tindakan kecil positif untuk sesama Anda. Karena Anda juga bisa mengubahkan dunia seseorang.

Minggu, 17 Agustus 2008

Klaim Janji Tuhan

Sejak kecil, kedua orang tua mendidik saya untuk menepati janji. Mereka mengajarkan hal itu dengan cara memberi teladan terlebih dahulu. Akibatnya, tiap kali orang tua atau siapa saja yang menjanjikan sesuatu kepada saya, saya tidak akan berhenti mengingatkan sampai mereka menepatinya.

Beberapa waktu yang lalu, seorang teman menjanjikan sesuatu untuk saya. Setiap hari saya mengingatkan dia sampai akhirnya dia bosan sendiri dan memberikannya kepada saya. Ketika saya melakukan itu, Tuhan mengingatkan saya, "Mengapa kamu tidak sedemikian gigihnya kepadaKu? Mengapa seringkali kamu kurang percaya kalau Aku tidak akan mengingkari janji yang telah Kubuat?"

Banyak kali kita melakukan hal demikian kepada Tuhan. Kita berhenti berdoa setelah beberapa waktu doa kita belum juga dijawab. Kita kurang memercayai janji Tuhan untuk masa depan yang penuh dengan harapan, untuk kesembuhan atas sakit penyakit, untuk hidup berkelimpahan, dan banyak lagi.

Tapi saat ini maukah Anda untuk mulai memercayai Tuhan, memberikan kendali atas seluruh hidup Anda kepada Tuhan, untuk mengklaim semua janji yang telah diberikan Tuhan kepada Anda?

Sama seperti seorang hakim yang akhirnya bosan karena janda yang terus menerus "menghantuinya" atas sebuah permintaan, Tuhan juga akan menjawab doa Anda ketika Anda tidak berhenti berdoa.

Tuhan Yesus Memberkati

Tidak ada Penonton

Tidak ada penonton didalam gereja Tuhan. Semua adalah pemain. Setiap Minggu kita duduk dibangku gereja, kita menyanyikan lagu pujian, kita mendengarkan kotbah yang diberitakan, dan kita pulang, demikian kita ulangi lagi minggu depan. Seakan kita adalah penonton, dan mereka menyebut kita jemaat biasa, mereka memanggil kita anggota gereja. Kita hanya datang dan mendengarkan, lalu pulang. Memang tidak salah dengan sebutan jemaat atau anggota, tetapi kita harus menyadari bahwa kita bukan penonton di gedung gereja seperti sedang menonton konser. Kita semua, seperti yang dikatakan Firman Tuhan, mempuyai bagian peran masing-masing.

"Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih". (Efesus 4:16)

Setiap bagian dari tubuh Kristus, yaitu jemaat Allah, mempunyai tugasnya masing-masing. Tubuh Kristus terbentuk oleh pelayanan semua bagian dari tubuh tersebut, bukan hanya pelayanan dari pedeta, deaken atau penatua, tetapi semua orang yang menyebut dirinya jemaat Allah, adalah bagian dari tubuh Kristus yang mempunyai fungsinya sendiri-sendiri. Mereka adalah pelayan-pelayan Tuhan, mereka adalah pemain didalam gereja Tuhan, bukan penonton.

Banyak orang Kristen tidak menyadari hal ini, karena itu pertumbuhan gereja Tuhan menjadi lambat, sebab setiap bagian dari tubuh tidak berfungsi, dan kita menyebut diri kita hanya jemaat bisa atau hanya anggota gereja, bukan pelayan Tuhan.

"Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya. Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh. Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh? Jadi berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang paling utama. Dan aku menunjukkan kepadamu jalan yang lebih utama lagi." (1 Korintus 12:27-31)

Didalam tubuh Kristus, setiap orang mempunyai bagiannya masing-masing, tidak semua menjadi rasul, tidak semua menjadi nabi, menjadi pengajar, tetapi setiap orang diperlengkapi oleh Allah pekerjaan baik yang harus mereka lakukan sebagai bagian dari anggota tubuh yang berfungsi (Efesus 2:10). Jika kita membayangkan melayani itu hanya menjadi rasul, nabi, guru, gembala dan penginjil, maka kita tidak akan pernah sampai kepada kepenuhan tubuh Kristus. Kita seharusnya melayani dengan karunia-karunia yang telah diberikan Roh kepada kita secara khusus.

Karena itu, nasihat Firman Tuhan, "berusahalah untuk mengetahui karunia apa yang diberikan kepada kita", berusahalah untuk tetap tinggal didalamnya, maka Allah akan menyempurnakan pelayanan dari setiap bagian tubuh Kristus. Jangan membayangkan untuk menjadi nabi, guru, rasul, pengijil atau gembala, tetapi mari kita melihat apa karunia kita (Roma 12:3-4).

"Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita. . . ." (Roma 12:4-8). Bacalah seluruh pasal 12.

Tiap orang dilengkapi Tuhan dengan karunia yang berlainan, karena itu carilah tahu apa karunia utama anda, dan layani masing-masing anggota tubuh Kristus dengan karunia tersebut, baik menasihati, melayani, memperhatikan, membimbing, mengajar, memberi dan lain-lain. Setiap jemaat mengambil peran masing-masing didalam tubuh, mereka semua adalah pemain, bukan penonton didalam gereja. Pantaskah kita berdiam diri, menjadi penonton didalam gereja? Hanya merasa cukup datang dan mendengar setiap minggunya. Kita tentu tidak pantas disebut anggota tubuh Kristus, sebab kita adalah bagian tubuh yang mati dan tidak berfungsi.

Mulai hari ini, mari kita terlibat didalam pelayanan dengan bersungguh-sungguh, bukan untuk menjadi pekerja gereja, bukan untuk menjadi pendeta, penatua atau deaken, atau jabatan-jabatan lainnya dalam organisasi gerja, tetapi melalui karunia yang kita terima, masing-masing kita melayani sesama anggota tubuh Kristus. Bukankah Galatia 6:2 berkata, "Bertolong-tolongan lah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." Kita melayani Allah, adalah melayani manusia, melayani mereka orang-orang beriman, saudara-saudara kita didalam Kristus. Bukan hanya menjadi song leader, menjadi singer, pemain musik, petugas usher atau pengkotbah yang melayani di gereja, tetapi setiap hari tugas anggota tubuh Kristus adalah melayani satu sama lain, didalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya pada saat jam kebaktian.

Ingatlah kata Tuhan Yesus dalam Matius 25:31-46, bukankah saat itu mereka berkata, "Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:37-40).

Melayani Allah adalah melayani saudara seiman, mereka yang disebut sebagai saudara-Ku oleh Tuhan Yesus Kristus. Berikan mereka minum, maka upahmu tidak akan hilang di Kerajaan Surga (Markus 9:41).

Mari kita sebagai bagian dari tubuh Kristus, mengambil peran kita masing-masing dan berfungsi selayaknya anggota tubuh yang hidup. Layanilah saudara seiman dengan karunia yang telah diberikan Roh kepada kita, dan mari kita saling mengasihi dan tolong menolong.

Rabu, 13 Agustus 2008

Pelajaran Berharga: Kentang

Seorang Ibu Guru taman kanak-kanak ( TK ) tersebut mengadakan " permainan ".

Ibu Guru menyuruh anak tiap-tiap muridnya membawa kantong plastik ransparan 1 buah dan kentang. Masing-masing kentang tersebut di beri nama ber dasarkan nama orang yang dibenci, sehingga jumlah kentangnya tidak ditentukan berapa ... tergantung jumlah orang-orang yang dibenci.

Pada hari yang disepakati masing-masing murid membawa kentang dalam kantong plastik. Ada yang berjumlah 2, ada yang 3 bahkan ada yang 5. Seperti perintah guru mereka tiap-tiap kentang di beri nama sesuai nama orang yang dibenci.

Murid-murid harus membawa kantong plastik berisi kentang tersebut kemana saja mereka pergi, bahkan ke toilet sekalipun, selama 1 minggu. Hari berganti hari, kentang-kentang pun mulai membusuk, murid-murid mulai mengeluh, apalagi yang membawa 5 buah kentang, selain berat baunya juga tidak sedap.

Setelah 1 minggu murid-murid TK tersebut merasa lega karena penderitaan mereka akan segera berakhir.

Ibu Guru : " Bagaimana rasanya membawa kentang selama 1 minggu ?"

Keluarlah keluhan dari murid-murid TK tersebut, pada umumnya mereka tidak merasa nyaman harus membawa kentang-kentang busuk tersebut ke mana pun mereka pergi.

Guru pun menjelaskan apa arti dari " permainan " yang mereka lakukan.

Ibu Guru : " Seperti itulah kebencian yang selalu kita bawa-bawa apabila kita tidak bisa memaafkan orang lain. Sungguh sangat tidak menyenangkan membawa kentang busuk kemana pun kita pergi. Itu hanya 1 minggu bagaimana jika kita membawa kebencian itu seumur hidup ? Alangkah tidak nyamannya ...

Membersihkan Rumah


Minggu lalu aku membuang KEKUATIRAN
Sudah usang
Dan menghalangiku menjadi diri sendiri
Dan membuatku tak berbuat sesuai jalan Tuhan Aku membuang KEPUTUS ASAAN;
Mereka hanya menyesakkanku saja.
Memberikan tempat untuk PERTUMBUHAN,
Menyingkirkan mimpi usang dan keraguan
Aku membuang buku tentang MASA LALU
(pun tidak sempat membacanya)
Menggantinya dengan CITA-CITA BARU,
Mulai membacanya hari ini.
Aku menyingkirkan kebencian dan kenangan buruk,
(ingat bagaimana aku begitu apik menyimpannya?)
Aku juga memilih FILOSOFI BARU,
yang lama sudah aku buang.
Membeli beberapa buku baru juga.
Judulnya AKU MAMPU, AKU MAU dan AKU HARUS
Membuang AKU MUNGKIN, AKU PIKIR dan AKU INGIN.
Wow, debunya banyak.
Aku juga mendatangi KAWAN LAMA,
Sudah lama tidak menjumpainya
Aku rasa namanya TUHAN
Ya, aku sungguh menyukai gayaNya
Dia menolongku dalam pembersihan ini
Dan menambahkan beberapa benda
Seperti DOA, HARAPAN dan IMAN
Ya, kuletakkan mereka semua di rak.
Aku mengambil benda special ini
Dan meletakkannya di depan pintu
AKU MENEMUKANNYA - namanya KEDAMAIAN
Tidak ada yang dapat membuatku kecewa lagi.
Ya, rumahku sudah terlihat nyaman.
Terlihat indah sekelilingnya.
Sudah tidak ada lagi tempat
Untuk KEKUATIRAN dan MASALAH
Sangatlah baik membersihkan rumah
Membuang barang-barang usang dari rak
Sekarang semuanya bersinar cemerlang
Mungkin kamu harus MENCOBANYA SENDIRI
DIBERKATILAH DAN JADILAH BERKAT UNTUK ORANG LAIN!!!

Senin, 11 Agustus 2008

Bobot Sebuah Doa

Louise Redden, seorang ibu kumuh dengan baju kumal, masuk ke dalam sebuah supermarket. Dengan sangat terbata-bata dan dengan bahasa yang sopan ia memohon agar diperbolehkan mengutang. Ia memberitahukan bahwa suaminya sedang sakit dan sudah seminggu tidak bekerja.

Ia memiliki tujuh anak yang sangat membutuhkan makan. John Longhouse, si pemilik supermarket, mengusir dia keluar. Sambil terus menggambarkan situasi keluarganya, si ibu terus menceritakan tentang keluarganya.

"Tolonglah, Pak, Saya janji akan segera membayar setelah aku punya uang."

John Longhouse tetap tidak mengabulkan permohonan tersebut. "Anda tidak mempunyai kartu kredit, anda tidak mempunyai garansi," alasannya.

Di dekat counter pembayaran, ada seorang pelanggan lain, yang dari awal mendengarkan percakapan tadi. Dia mendekati keduanya dan berkata, "Saya akan bayar semua yang diperlukan Ibu ini."

Karena malu, si pemilik toko akhirnya mengatakan, "Tidak perlu, Pak. Saya sendiri akan memberikannya dengan gratis. Baiklah, apakah ibu membawa daftar belanja?"

"Ya, Pak. Ini," katanya sambil menunjukkan sesobek kertas kumal."

Letakkanlah daftar belanja anda di dalam timbangan,
dan saya akan memberikan gratis belanjaan anda sesuai dengan berat timbangan tersebut."

Dengan sangat ragu-ragu dan setengah putus asa, Louise menundukkan kepala sebentar, menuliskan sesuatu pada kertas kumal tersebut, lalu dengan kepala tetap tertunduk, meletakkannya ke dalam timbangan. Mata Si pemilik toko terbelalak melihat jarum timbangan bergerak cepat ke bawah.

Ia menatap Pelanggan yang tadi menawarkan si ibu tadi sambil berucap kecil, "Aku tidak percaya pada yang aku lihat." Si pelanggan baik hati itu hanya tersenyum. Lalu, si ibu kumal tadi mengambil barang-barang yang diperlukan, dan disaksikan oleh pelanggan baik hati tadi, si Pemilik toko menaruh belanjaan tersebut pada sisi timbangan yang lain. Jarum timbangan tidak kunjung berimbang, sehingga si ibu terus mengambil barang-barang keperluannya dan si pemilik toko terus menumpuknya pada timbangan, hingga tidak muat lagi.

Si Pemilik toko merasa sangat jengkel dan tidak dapat berbuat
apa-apa. Karena tidak tahan, Si pemilik toko diam-diam mengambil sobekan kertas daftar belanja si ibu kumal tadi. Dan ia-pun terbelalak. Di atas kertas kumal itu tertulis sebuah doa pendek, "Tuhan, Engkau tahu apa yang hamba perlukan. Hamba menyerahkan segalanya ke dalam tanganMu."

Si Pemilik Toko terdiam. Si Ibu, Louise, berterimakasih kepadanya, dan meninggalkan toko dengan belanjaan gratisnya. Si pelanggan baik hati bahkan memberikan selembar uang 50 dollar kepadanya. Si Pemilik Toko kemudian mencek dan menemukan bahwa timbangan yang dipakai tersebut ternyata rusak.Ternyata memang hanya Tuhan yang tahu bobot sebuah doa.

"Tuhan hanyalah sejauh doa..."

Setelah membaca cerita ini, pejamkanlah mata Anda sejenak. Berdoalah sekarang. Berdoalah dengan tulus untuk orang yang Anda kasihi atau permohonan doa yang masih belum dijawab. Percayalah akan kekuatan dari sebuah doa. Maka niscaya, Anda akan dijawab Tuhan dengan luar biasa seperti Ibu Louise.

Tuhan memberkati.


Minggu, 10 Agustus 2008

Amazing

Saat menulis blog hari ini, saya merasakan ada sesuatu yang "terbakar" dalam diri saya. Sambil mendengarkan lagu "Amazing" yang dibawakan oleh True Worshippers, hati saya merasa begitu damai dan dijamah Roh Kudus. Perasaan itu tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Tiba-tiba saja di depan komputer saya berdoa dalam hati, "Engkau sungguh Allah yang luar biasa, Tuhan! Tak dapat dilukiskan dengan kata-kata apapun."

Suatu perasaan yang kurasakan tak dapat kutuliskan dalam kata-kata. Sebuah perasaan kagum, salut, tak berdaya di hadapanNya, perasaan damai, tenang, sekaligus menyentuh. Perasaan senang, ingin menangis sejadi-jadinya di hadapan Tuhan, perasaan mengharapkan hadiratNya, ingin bersekutu denganNya. Suatu perasaan jijik terhadap diriku sendiri atas dosa-dosaku, perasaan benci kepada semua masa laluku yang kelam, perasaan marah terhadap diri sendiri atas kekonyolan-kekonyolan yang kuperbuat pada teman dan sahabatku.

Rasanya...

Tuhan itu begitu baik. Ia mau menerima kita manusia yang kotor ini. Ia mau menyelamatkan kita dari maut sampai anakNya yang tunggal Ia kirimkan untuk kita. Rasanya aku benar-benar malu... Yesus sudah rela mati hanya untuk menyelamatkan kita dari maut, tapi kita di sini hanya tenang-tenang saja menanggapinya, seolah tidak terjadi apa-apa.

Seminggu yang lalu saya diberi suatu pelajaran oleh Tuhan. Saat itu saya ditegur dengan keras oleh Roh Kudus lewat pembicaraan saya dengan seorang sahabatku. Ia menegurku dengan keras, tapi perasaan temanku saat itu padaku jujur. Tidak ada unsur menjatuhkan ataupun membuat kepahitan dalam diriku.

Tapi dasar manusia, kalau diomongin orang lain susah mendengarkan dan cenderung membela diri. Itu juga yang kulakukan saat itu. Saya sempat berpikir untuk memusuhi sahabatku itu gara-gara perkataannya yang sangat menyinggung.

Malam harinya ketika saya sedang perjalanan pulang ke rumah, saya melamun di perjalanan dan berpikir bagaimana caranya "membalas" temanku itu. Tapi Tuhan menegurku lagi. Kali ini suaranya terdengar sangat-sangat jelas.

"Jem, apakah kamu percaya dengan Mano?" tanya Tuhan tiba-tiba.

Mulanya saya kelabakan mendengar suara Tuhan. Tapi akhirnya setelah aku menguasai diriku, aku balik bertanya, "Percaya seperti apa, Tuhan?"

Tuhan menjawab lagi (suaraNya kini sungguh sangat riil!!), "Percayakah kamu kalau dia adalah seseorang yang Aku titipi pesan kepadamu supaya kamu berubah? Percayakah kamu kalau dia sama sekali tidak bermaksud untuk menjatuhkanmu, mengejekmu atau memusuhimu?"

Baru saja saya akan menjawab, Tuhan berkata lagi, "Sebelum kamu jawab, pikirkan baik-baik dulu jawabanmu."

Maksud Tuhan cukup jelas. Ia ingin menguji sejauh mana kesetiaanku dalam setiap perkataanku. Sering saya berkata kepada diriku sendiri kalau saya akan memberi yang terbaik (dan hanya yang terbaik) kepada sesamaku. Tak peduli hujan, angin, guntur bahkan badai sekalipun saya akan memberi yang terbaik. Nah, kini Tuhan sedang mengujiku dengan memberikan gesekan kepadaku.

Saya pun mulai berpikir. Apakah yang selama ini saya lakukan terhadap sahabatku ini adalah benar? Ternyata tidak!! Saya pun mulai mengolah setiap kata-kata yang diucapkan temanku itu tadi pagi. Ternyata apa yang ia katakan tidak salah! Hal memalukan, hal menyebalkan yang pernah kulakukan selama ini tidak pernah kusadari. Hal-hal itu bisa membuatku jatuh lebih dalam lagi.

Saya terdiam di hadapan Tuhan. Tak bisa menjawab.

Tuhan bertanya lagi untuk kedua kalinya, "Percayakah kamu dengan Mano?"

Lalu dengan malu-malu dan tersipu-sipu saya menjawab, "Iya Tuhan. Jem mau taat kepadamu. Jem mau percaya dengan Mano. Karena setiap kata-katanya adalah kata-kataMu yang Engkau sampaikan lewat dia."

Tuhan tidak menjawab lagi. Suara Tuhan tidak terdengar lagi. Dan malam itu saya pulang dengan hati bersuka cita karena yakin Tuhan tidak pernah meninggalkanku.

Jumat, 08 Agustus 2008

Raja Dan Pengemis

Alkisah hiduplah seorang raja yang sangat kaya raya. Ia memimpin sebuah kerajaan besar yang makmur. Hanya saja masalahnya, raja itu tidak punya anak dan usianya sendiri sudah sangat lanjut.

Suatu hari raja meminta semua prajuritnya menempelkan pengumuman di dalam kota. Isinya, ia mengadakan sebuah "audisi" untuk menemukan calon pewaris tahta. Syaratnya sangat mudah: 1. Pemuda berusia 20-30 tahun, 2. Cinta Tuhan, dan 3. Cinta sesama. Bila ketiga kriteria ini sudah terpenuhi, silakan langsung datang ke istana untuk diwawancarai.

Seorang pemuda miskin kebetulan membaca pengumuman itu. Dalam hatinya ia ingin sekali mengikuti audisi ini. Ketiga kriteria sudah ia penuhi. Tahun ini ia berusia 23 tahun, ia cinta Tuhan dan ia juga mengasihi sesamanya. Dalam hati ia ingin sekali mengikuti audisi ini. Ingin sekali! Hanya saja...

Hanya saja ia adalah seorang pemuda miskin. Ia tidak punya pakaian yang layak untuk menghadap seorang raja. Terpaksa pemuda ini harus mengemis sana sini dan meminjam teman-temannya untuk mendapatkan uang dan membeli baju baru.

Setelah beberapa hari mengemis, akhirnya ia bisa membeli satu setel pakaian pantas dan layak untuk menghadap seorang raja. Dengan hati riang, pemuda itu kemudian berangkat menuju istana. Dalam hati ia sangat berharap agar Tuhan membantunya.

Di tengah jalan, langkah pemuda itu terhenti mendengar suara (seperti) tangisan seorang tua. Orang tua itu berpakaian lusuh sekali. Dia bersembunyi di pojok, hampir-hampir tidak kelihatan dari jalanan besar dan ramai itu. Beberapa orang berjalan sedikit menjauh dari pengemis itu, takut-takut kalau dimintai.

"Tolonglah aku... aku lapar dan kedinginan..." seru pengemis itu lirih.

Mulanya pemuda itu berjalan melewati pengemis itu sambil pura-pura tak melihat. Tapi ia merasa begitu iba. Seorang yang sudah tua mengemis di situ, sendirian dan kedinginan. Akhirnya ia memutuskan untuk berbalik. Pemuda itu kemudian melepas pakaiannya dan memberikan kepada pengemis itu. Sebagai gantinya supaya ia tidak telanjang, terpaksa ia memakai baju pengemis yang bau itu..

Pemuda itu merasa bahagia sudah menolong orang. Tapi kini ia menjadi tak "layak" lagi untuk menghadap raja. Ia sudah hampir berbalik kembali ke rumah ketika ia dipanggil seorang prajurit.

"Hey kamu, bukankah kamu mau ikut audisi? Sini!" seru prajurit itu.

Pemuda itu akhirnya mengurungkan niatnya pulang dan masuk ke istana dengan baju lusuh.

Sesampainya di hadapan raja, betapa kagetnya ia melihat sang raja.

"T-t-t-tidak mungkin... Anda..." pemuda itu tergagap-gagap. "Bukankah Anda pengemis itu??"

Raja itu menganggukkan kepalanya sedikit. Katanya, "Betul. Aku harus yakin kalau calon pewarisku haruslah seorang pemuda yang cinta Tuhan dan cinta sesama. Andaikata kamu menghadapku dalam keadaan aku memakai pakaian bagus dan jubah yang indah dan mahkota yang cemerlang, tentulah aku tidak bisa melacak isi hatimu yang sebenarnya. Maka terpaksa aku gunakan sedikit pancingan. Supaya aku tahu isi hatimu yang sebenarnya."

Keesokan harinya, pemuda itu dilantik menjadi raja.

"Jangan menunjukkan cinta kasih hanya untuk dilihat orang tersebut saja. Tunjukkan cinta kasihmu kepada semua orang. Jangan pilih-pilih. Karena cinta kasih kepada sesama itu menunjukkan cintamu kepada Tuhan."

God Bless You!!